Mengapa dewasa ini, banyak para pemuda terjangkit penyakit
hati bernama galau? Terlebih jika ia menjangkit para aktivis bernama kader
dakwah. Para pengampu amanah yang beratnya demikian menghancurkan gunung
sebagai pasak bumi. Mungkin pula meruntuhkan langit menghempas bumi kembali.
Aih, sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Banyak analisa, banyak hipotesa. Banyak sebab sehingga
banyak akibat. Aih, demikian rumitnya. Sebenarnya, apa definisi kata galau
tersebut? Bukankah ia mengindikasikan suasana hati tak menentu akan
ketidakpastian? Sehingga kekhawatiran dan kecemasan melanda karena
ketidakpastian itu tak dapat dipecahkan oleh akal kita yang tebatas. Ya, akal
yang telah demikian canggihnya ini adalah anugerah Allah terbesar, karena ia
adalah pencari kebenaran. Kebenaran yang sporadik, ada dimana pun, dapat tumbuh
dan berkembang dalam situasi apapun namun abstrak. Di mana sesungguhnya ia?
Pernahkah kita melihat spora sebelum berubah menjadi mushroom?