Minggu, 31 Agustus 2014

Ayah

Hari itu, hari spesial bagi seorang saudari. Belum lama, ayahnya telah berpulang, kali ini, ia menggelar pernikahan. Bukan, bukan hal itu yang ku maksud. Ada satu hal yang membuatku takjub tiada tara. Ketika mata-mata mengarah pada satu pandang: akad yang menggetarkan  'arsy. Justru, mataku memandang hal lain. Berkali-kali aku mengulang doa, hampir-hampir menumpahkan air mata di keramaian.
Mulaikanlah ia, Rabb. Muliakan. Sungguh, ia adalah surga baginya. Rabb, muliakanlah.

Berat

Tiada yang lebih berat bebannya tenimbang menduakan-Nya. Duhai, maha beratnya.

Selasa, 19 Agustus 2014

Sama

Dengan banyak mendengar, banyak petuah yang dapat kita simak dan catat baik-baik. Sebagaimana petuah seorang sahabat waktu itu. Di antara deru mobil dan percakapan kami, ada satu kalimat yang masih ku ingat hingga kini. Seringkali, dengan satu kalimat itu ku gariskan banyak simpulan tiap kali bertemu orang baru. Hingga aku berujrar, "hm, benar juga petuah itu."

Minggu, 17 Agustus 2014

Ngeri

Satu hari, rasanya aneh menjalar ke seluruh tubuhku. Ada yang berbeda dari pandangan mata. Tak seperti biasa, ia bak menembus cakrawala yang menyilaukan itu. Kegalauan mendera diri, mengapa semua pandang terasa berbeda. Ada amanah dari setiap pemberian, ada tanggung jawab dari setiap kepercayaan. Pun dengan kedua tangan ini, ku pandang ia lekat-lekat, "adakah aku telah amanah dan tanggung jawab atas pemberian dan kepercayaan-Nya?"

Kadang, masa depan menimbulkan kengerian. Adakah aku mampu melaksanakannya kelak? Jika sempat ia menengok masa lampau, mengerucut jadinya. Aku belum berbuat apa-apa. Apa yang harus dipersaksikan? Jika tangan, kelopak mata, helai rambut bersatu padu mengadu akan tuannya? Ditambah cercaan dari telinga, kaki serta perutnya? Jika di kemudian hari nanti, jantung, paru, syaraf dan otaknya mengadu kezhaliman akan tuannya? Sedang lidahku sudah tak mampu berkilah.

Apakah aku sanggup menerima kritik dan pengaduan itu? Bertambah mual memikirkan semuanya. Duhai, ngerinya.

Kamis, 14 Agustus 2014

Lingkaran

Tak sengaja, ku temukan catatan yang hampir usang. Mendadak, mengantarkan aku pada ulasan tempo silam.
Kenapa lingkaran? Sebab hanya bentuk ini yang menjadikan titik pusatmu sama ke berbagai sisi. Semakin ke dalam, semakin kau tahu siapa dirimu.

Sahabat, Lihatlah Mata Ayah

Teruntuk sahabatku,

Tidak terasa, ya, waktu bak sekejap berlalu. Demikian cepatnya.
Kini tiba bagimu, detik-detik menuju peralihan bakti.
Dari seorang anak menjadi istri.
Kepada orang tua menjadi suami.