Minggu, 28 Desember 2014

Sabarlah, wahai diri..

Hujan adalah rahmat, dimana pun ia berada. Sekecil apapun itensitasnya, sebesar apapun derasnya. Hujan adalah kehidupan. Dengannya, kita jumpai rona hijau dan seranai kesejukan. Dialah pembangkit kematian bumi yang lama tak tersemai benih. 

Rabu, 19 November 2014

Tanpa Judul (random)

Aku menyebutnya ayah di lain tempat. Meski nyatanya, ia bukanlah siapa-siapa selain ikatan sebab iman. So? Mengapa ku panggil ia ayah? Entahlah, barangkali ia telah menyatu dengan watak dan wujud sifatnya. Dimana pun, ayah memiliki kesamaan tak bertabir waktu kapan atau saat.

Rabu, 29 Oktober 2014

Rahman, Sa'idni ya Rahman

Akhir-akhir ini, saya terpaut dengan sebuah nasyid. Nasyid yang memiliki magnet tersendiri, ada gambaran cita di sana. Jika memaknai per liriknya, ku temui segamit doa. Doa, semoga Ia melembutkan hati-hati yang menyemai doa. Nasyid yang dibawakan oleh syekh mahsyur Mishary Rashid Alafasy ini berjudul "Rahman, ya Rahman". Berduet dengan gadis cilik, putri sang Presiden Chechnya. Berikut lirik dan videonya.

Selasa, 28 Oktober 2014

Andilau, antara Dilema dan Galau

Arbitrer. Menyuarakan sekehendak hati, itu sah-sah saja. Toh, ia hadir dari lisan kita sendiri. Tapi, ada kesepakatan-kesepakatan konvensional yang nyatanya harus ditemui di sepanjang jalan. Pada akhirnya, pertemuan ini akan menghasilkan konsesus. Manakah yang seharusnya menjadi bahasa diri?

Senin, 27 Oktober 2014

Bumbu Ikan

Kayaknya, kita lebih senang makan bumbu ikan yang enak daripada ikannya itu sendiri. (@backpackerinfo)
Pun, kita lebih sering mengeluh rasa bumbunya yang kurang enak dibanding ikannya itu sendiri (@sitiusbandiyah)

Bertumbuh

من الحبة تنشائ الشاجرة
"Bertumbuh dari sebuah biji, tumbuh dan berkembang menjadi pohon impian"
Waktu itu, laksana diburu oleh waktu, berpacu, bergerak cepat dan berharap segera menyelesaikan. Kemudian kecewa, tak jua bertemu garis akhir di tiap perbatasan. Yang ada, justru jeweran demi jeweran kepada diri yang keburu nafsu. Ah, malunya. Duhai Rabb, terima kasih atas segala perjalanan tarbiyah-Mu melalui sahabat surgawi ini.

Kamis, 16 Oktober 2014

Membersamaimu

"Tidak, aku pun cukup lama berproses membersamainya. Sulit mudahnya, titik-titik nadir kejemuan hingga perasaan yang tak mau berpisah. Aku membersamainya laksana grafik yang naik turun tak beraturan. Curam, signifikan dan tajam. Namun satu hal yang ku jaga sejak dulu, di balik keterbatasan kemampuan, aku punya satu cita. Terus membersamainya sesulit apapun itu. Hingga tanpa ku sadari, di bilangan waktu tertentu aku menemui kemudahan demi kemudahan. Bahwa semua itu berproses, termasuk membersamainya. Niscaya, di kemudian hari, engkau akan merasakannya. Laksana buliran huruf hanya diturunkan kepadamu, tepat di hadapanmu. Dia yang bersinggasana di 'arsy sana, membuka hatimu dan melapangkannya. Hingga tindak-tandukmu amat begitu dekat kepada-Nya. Hingga, engkau akan terus merasa terjaga. Hingga, hanya kebaikan yang akan terucap. Hanya kalimah-kalimah yang meninggikan-Nya, tanpa kita sadari. Nikmatilah, proses panjang membersamainya. Sulit mudahnya, menemui titik nadir kejemuan hingga bertemu perasaan yang tak mau berpisah."

Ku tatap ia lekat-lekat, jadilah sahabat surgawi ku, kini hingga kelak. Proses membersamaimu adalah proses seumur hidup yang tak lekang dibatasi waktu. Aku, ingin terus membersamaimu. Hingga kelak, kau menjadi pendar cahaya yang menerangi dan membawa kami turut serta dalam naungan yang tiada naungan selain Dia. Menjadi ahlullah, keluarga Allah. Menjadi bagian dari penjagaan al-Quran.

Ruangan kecil kini dipenuhi kesenduan,
di antara harap dan bait-bait doa.
Bersamamu, sebaik-baik pengharapan dan penghibur lara.

Kerikil

Terkadang, aku merindukan jalan yang demikian panjang dipenuhi kerikil tanpa kebisingan. Menyusuri jalan, menendang-nendang batu lalu mendongak ke langit biru. Mengapa pula ia biru? Padahal, panjang gelombangnya yang pendek, memaksa atmosfer memantulkannya kembali. Yang tak pernah melintasi atmosfer, justru tergambar di sepanjang langit dan batas pandang manusia.

Rabu, 24 September 2014

Telur

Kini, malam menjadi waktu yang amat mengasyikan. Tergerak selalu ingin segera pulang. Mengabarkan yang sedikit lalu mendengar banyak hal. Akan ada banyak kisah untuk diceritakan, sepanjang siang hingga malam menjelang. Tidak lagi soal penting dan tidaknya kisah itu, melainkan aura kami yang menyatu tiap-tiap malamnya. Apapun yang akan keluar dari lisannya, amat aku tunggu-tunggu. Meski ia hanya sebulir dua bulir kata.

Senin, 22 September 2014

Pertalian yang Rumit

Ada sebuah pertalian yang amat rumit. Ia terkoneksi, namun seringkali harus mendapati diam satu sama lain. Aku tak mengerti, apa memang demikian fitrahnya. Pertalian itu, seringkali mendapati getaran-getaran yang tak mampu diakomodasi oleh kata apapun. Bagi sebagian orang, termasuk aku. Terkenang wajahnya, keras pundaknya, legam badannya dan keras wataknya. Bening matanya yang syahdu, lamat-lamat sayu. Badannya yang dulu gagah, lamat-lamat terkikis dimakan waktu. Entah kapan pertama kali, engkau benar-benar tertawa. Bukan karena tak punya stok bahagia. Sebab baginya, pundak yang mengeras menanggung beban adalah kebahagiaan bersamaan tanggung jawab yang besar.

Minggu, 14 September 2014

Goda

Kalau dipikir-pikir, seharusnya, aku penat sekarang ini. Bagaimana tidak, ada begitu banyak kewajiban yang harus ditunaikan sedang ah, sedang dompet terasa tipis sekali. Alhamdulillah, masih banyak kegaduhan yang membuat tawa dan bahagia. Sambil menghitung hari, tempo masing-masing kewajiban itu. Ingin ku goda Ia yang bersinggasana di 'arsy.
"Duhai Rabbi, lapangkanlah, lapangkanlah. Biar hati ini tetap lapang selapang samudera yang tak pernah mengecap asin. Bukan karena tak bergaram, sebab ia terlampau tawar dengan banyaknya garam."
 "Anugerahkanlah rasa kecukupan atas berlimpahnya nikmat-Mu yang tak berhitung itu. Jangan sempatkan ia mengecap keluh sebab yang dipikirkannya. Anugerahkanlah ia kemampuan bersyukur atas nikmat-nikmat yang kecil, sehingga ia terjaga kesyukurannya atas nikmat-nikmat yang besar."
"Rabb, jangan lama-lama ya, mengujinya."

Tergelitik sendiri dibuatnya, namanya juga menggoda dalam doa. :D
 

Minggu, 31 Agustus 2014

Ayah

Hari itu, hari spesial bagi seorang saudari. Belum lama, ayahnya telah berpulang, kali ini, ia menggelar pernikahan. Bukan, bukan hal itu yang ku maksud. Ada satu hal yang membuatku takjub tiada tara. Ketika mata-mata mengarah pada satu pandang: akad yang menggetarkan  'arsy. Justru, mataku memandang hal lain. Berkali-kali aku mengulang doa, hampir-hampir menumpahkan air mata di keramaian.
Mulaikanlah ia, Rabb. Muliakan. Sungguh, ia adalah surga baginya. Rabb, muliakanlah.

Berat

Tiada yang lebih berat bebannya tenimbang menduakan-Nya. Duhai, maha beratnya.

Selasa, 19 Agustus 2014

Sama

Dengan banyak mendengar, banyak petuah yang dapat kita simak dan catat baik-baik. Sebagaimana petuah seorang sahabat waktu itu. Di antara deru mobil dan percakapan kami, ada satu kalimat yang masih ku ingat hingga kini. Seringkali, dengan satu kalimat itu ku gariskan banyak simpulan tiap kali bertemu orang baru. Hingga aku berujrar, "hm, benar juga petuah itu."

Minggu, 17 Agustus 2014

Ngeri

Satu hari, rasanya aneh menjalar ke seluruh tubuhku. Ada yang berbeda dari pandangan mata. Tak seperti biasa, ia bak menembus cakrawala yang menyilaukan itu. Kegalauan mendera diri, mengapa semua pandang terasa berbeda. Ada amanah dari setiap pemberian, ada tanggung jawab dari setiap kepercayaan. Pun dengan kedua tangan ini, ku pandang ia lekat-lekat, "adakah aku telah amanah dan tanggung jawab atas pemberian dan kepercayaan-Nya?"

Kadang, masa depan menimbulkan kengerian. Adakah aku mampu melaksanakannya kelak? Jika sempat ia menengok masa lampau, mengerucut jadinya. Aku belum berbuat apa-apa. Apa yang harus dipersaksikan? Jika tangan, kelopak mata, helai rambut bersatu padu mengadu akan tuannya? Ditambah cercaan dari telinga, kaki serta perutnya? Jika di kemudian hari nanti, jantung, paru, syaraf dan otaknya mengadu kezhaliman akan tuannya? Sedang lidahku sudah tak mampu berkilah.

Apakah aku sanggup menerima kritik dan pengaduan itu? Bertambah mual memikirkan semuanya. Duhai, ngerinya.

Kamis, 14 Agustus 2014

Lingkaran

Tak sengaja, ku temukan catatan yang hampir usang. Mendadak, mengantarkan aku pada ulasan tempo silam.
Kenapa lingkaran? Sebab hanya bentuk ini yang menjadikan titik pusatmu sama ke berbagai sisi. Semakin ke dalam, semakin kau tahu siapa dirimu.

Sahabat, Lihatlah Mata Ayah

Teruntuk sahabatku,

Tidak terasa, ya, waktu bak sekejap berlalu. Demikian cepatnya.
Kini tiba bagimu, detik-detik menuju peralihan bakti.
Dari seorang anak menjadi istri.
Kepada orang tua menjadi suami.

Selasa, 29 Juli 2014

Kendur

Teringat beberapa waktu lalu, kala Ramadhan baru menginjak hitungan hari. Menjadi manusia seutuhnya yang berhak bahagia dengan apa pun yang dilakukannya. Mengendurkan semua target sembari melemaskan syaraf-syaraf yang menegang. Sedih memang, sebab Ramadhan kali ini tidak lagi seistimewa dengan jahadah yang maksimal. Tapi, justru Allah menanugerahkan nikmat-nikmat lain yang membuatku terbelalak sendiri. Tugasku kini adalah terus mengulang hamdalah. Duhai Rabbi, terima kasih, terima kasih. Kesyukuranku tertinggi hanya kepada mu.

Syawal hari ketiga,
Pekalongan

Kamis, 03 Juli 2014

Kembali, Abstrak

Memasuki bulan ke tujuh aku disini. Dimana sebagian usaha ku tumpu padanya. Ramadhan hari kelima, kembali terngiang masa itu. Mengapa tak lekang setiap memori ya? Ia terekam kuat bak binder yang lengkap dengan bab dan halamannya. Hingga terkesiap, mengapa pula aku disini? Qadarullaha haqqa qadarihi. Inilah qadar-Nya dan sebaik-baik takdir yang diberikan oleh-Nya.

Senin, 30 Juni 2014

Melayang

Di catatan maya ini, selalu saja aku bercerita. Tentang beraneka rasa dalam penyampaian yang abstrak. Sok puitis padahal lugas pada aslinya. Tetap saja ia mudah berkilah, bulir huruf ini adalah penyeimbang yang mestinya satu padu. Tiada kanan tanpa kiri, tiada mengkhayal tanpa banyak berpikir. Barangkali begitulah.

Seorang kawan pernah berkata, "kau ini nampak bak ilalang, selalu ingin terbang." Aku tersenyum, berterima kasih padanya. Memang begitulah. Sebagaimana kini, terbang dan mengangkasa adalah sebagian dari apa yang dibenaknya. Mendengarnya saja, seketika ia hendak melayang mengikuti kemana angin pergi, lalu mengantarkannya ke titik peraduan cahaya. Melebur dan mengikuti alur perpindahan dimensi menuju sebelas anak tangga dimensi hingga puncak tertinggi.

Disana, di suatu tempat dan masa yang tak mampu dikalkulasi. Aku selalu bermimpi melayang, melangit menuju-Nya. Melintasi gumawan menuju batas warna hitam dan biru.

Merindu Wajah Itu

Ramadhan hari ke-2!

Selamat datang Ramadhan, hari yang dinanti oleh jiwa yang merindu. Apalagi kalau bukan kerinduan pada masa dimana orang-orang menjadi kembali putih sediakala. Dimana lapar dan dahaga menjadi aktivitas yang mengasyikan. Semua orang berlomba-lomba mengulurkan tangan memberi sedekah. Menjaring beragam amal shaleh yang lama tak dilakukan sepanjang 11 bulan yang lalu.

Kamis, 26 Juni 2014

Rumput

Barangkali benar katamu, dik.
Hijau, indah dan embunnya segar membasahi tanah.
Tapi sayang, ia adalah rumput.
Siapa yang peduli pada keindahannya?
Padahal kesempurnaan telah Ia titipkan padanya.
Akan terus menyeruak di antara bebatuan dan tanah mati,
terus hidup meski terinjak dan lagi.
Terima kasih, dik.

Rabu, 18 Juni 2014

Haru Biru

Ada yang terus mengharu biru dalam rongga dadaku. Adakah ku temui lembutnya irama syahdu dalam jalinan mimpi-mimpi bersama mu? Dalam jejak-jejak berurai air mata, ia yang terus mengevaporasi dalam rangkaian waktu yang tak sedikit. Mulanya ia kental hingga mustahil menganak sungai. Tapi apa daya. Ketika neuron dan syaraf itu telah mengakar kuat, ia melahirkan kata-kata yang tak lagi mampu dirubah. Dalam betik laku yang bahkan tak lagi mampu dicegah. Berjalan, bergerak, merasa, melihat, mendengar dan berpikir keras!

Rabu, 11 Juni 2014

Kerinduan yang Mengharu Biru

Aku rindu masa itu, ketika himpitan dunia tak lagi merajaiku. Masa dimana kebebasan mutlak atas semua masalah yang seringkali terasa menyebalkan.

Aku rindu masa itu, tapi akal menarikku untuk sejenak berpikir. Ia tak sekalipun menolak keinginanku. Namun ia mempertanyakan satu hal,

"Lalu, apa yang hendak kau jawab nanti ketika pulang soal tugas-tugas itu?"

Ah, menyebalkan. Tapi, benar juga apa yang dikatakannya. Baiklah, aku akan berupaya dengan sangat gigih menyelesaikannya. Aku tak ingin lama-lama disini. Bismillah, lillah, fillah.

Diantara sesak penumpang,
Menuju satu pilin masalah yang menguras sebagian energi.
Semoga,
Kebaikan terus mengalir di awal hingga penghujungnya.

Masih terus menatap angkasa,
Membiru dan menggelapnya,
Sebagai satu ayat yang membuatku bertambah cinta.

Selasa, 10 Juni 2014

Gerbong #1

Jadilah seorang yang muslih, dengan keberadaan dirinya adalah pengantar shalihnya orang-orang di sekelilingnya. Sebab surga terlampau luas untuk kita tempati sendiri.

Jadilah seorang yang muslih, dengan keberadaan dirinya adalah panutan akhlak bagi orang di sekelilingnya. Dunia begitu sepi oleh orang-orang yang berakhlak mulia.

Jadilah seorang muslih, dengan keberadaan dirinya adalah sumber ilmu dan pengetahuan yang mencerdaskan orang-orang di sekelilingnya. Bumi terasa sempit dan gersang oleh kebodohan.

Jadilah seorang yang muslih, dengan keberadaan dirinya adalah penuntun orang-orang sekelilingnya untuk mengeja alif-ba-ta hijaiyah.

Jadilah seorang muslih, dengan keberadaan dirinya adalah terbantunya urusan kaum muslimin. Harta, tenaga, pemikiran bahkan jiwa tergadai hanya untuk fi sabilillah.

Ya, ya, ya wahai diri. Jadilah engkau seorang muslih, sebagaimana Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali mencontohkan. Sebab karena kerinduan yang menggelora bertemu wajah-Nya.

Di dalam deru kereta yang mengular. Terbetik kata-kata yang hampir lepas.

Dalam ceruk kebodohan,
Masih terus menjadi mimpi..
Suatu saat,
Menjadi warna putih,
Menjadi sumber warna alami dunia.

Manggarai, 13 Sya'ban 1435

Selasa, 27 Mei 2014

Let's Evaporate!

Ada sebuah cuplikan menarik dari film jadul tapi keren, judulnya: Le Grande Voyage atau Rihlahu Akbar. Sebuah perjalan haji dari negara Prancis via darat. Film ini pula yang menginspirasiku untuk menunaikan haji via darat, semoga, Aamiiin..
Le Grande Voyage

Marah!

Sudahlah, anak muda. Aku hendak marah hari ini. Cobalah dengar dan baca dulu sebelum mengomentari sesuatu. Pikirkanlah, gunakan ia sebelum berucap apapun. Kalau sudah, what's problem now? Ada? Soal waktu saja kan?

Hei, anak muda. Jangan tabzir! Kau boroskan fungsi inderamu? Allah sudah anugerahkan telinga dan mata di atas mulut, agar kita bisa mendengar dan melihat lebih dulu. Pun jumlahnya ganda, agar kau mampu melihat dan mendengar lebih banyak dan lebih lama dari lisanmu.

Dan..otakmu! Letaknya yang paling tinggi, agar kau pertimbangkan segala sesuatu sebelum berkata dan bertindak apapun!

Kau dengar, anak muda?

Kita lihat, apakah kau akan membuat semua analogi buruk untuk mencercaku? Beranjak pergi serta tak lupa menghardikku. Lalu mengadu pintu dan kusen untuk mengangetkanku? Padahal, bagaimana pun ekspresimu, sejenak kemudian aku akan lupa. Lingkunganmu tak aman karenamu. Hancur hanya untuk tahu bahwa kau sedang marah.Kau kecele!

Atau barangkali, kau akan pergi begitu saja. Raib dari penglihatanku, tanpa suara dan tanpa jejak. Tapi tak apa, setidaknya kau tak habiskan emosimu dan menyalurkannya pada benda-benda keras di sekitarmu. Marahmu tak merugikan siapapun di sekitarmu. Tak beriak, tak bergaduh. Aman bagi kami.

Atau kau memilih tidur dan menghapus marahmu dengan menganggapnya sebagai bagian dari tidurmu? Kau selamat!

Atau kau memilih diam seribu bahasa? Tapi matamu mendelik tajam ke arahku. Bukumu penuh coretan sebagai pelampiasan ekspresimu? Kalau dia tak ada? Kau kemanakan ekspresimu yang butuh pelampiasan itu? Menyimpannya dalam dendam? Hancur dirimu berkalung dendam, padahal aku telah lupa jauh-jauh waktu.

Atau, kau justru memilih menepi. Membasuh wajah dan anggota tubuh sambil memohon ampun sebagian salahmu itu? Tak terbesit dendam, melainkan pohonkan ampun buatku karena telah mengingatkanmu? Doamu terasa panjang dan lama..sekali. Begitu khusyuk, buatku iri sekaligus kagum padamu. Maka dari itu, aku percayakan sebagian urusanku padamu.

Bagaimana anak muda? Kau dengar semua ocehanku?

Jumat, 23 Mei 2014

Ruang Kecil #4: Cinta

Kau tahu, sahabat? Aku tengah jatuh cinta! Berjuta indah rasanya. :)
Ah, cinta. Lama nian aku mencari makna kata itu. Kata yang demikian luar biasanya mengantarkan aku pada fase seperti ini, begitu amat sempit bagi kebanyakan orang. Tapi bagiku, cinta memiliki magnet kebahagian yang luar biasa. Sembari mengiyakan potongan prosa milik Kang Abik,

Cinta adalah kekuatan yang mampu mengubah duri jadi mawar, mengubah cuka jadi anggur, mengubah malang jadi untung, mengubah sedih jadi riang, mengubah setan jadi nabi, mengubah iblis jadi malaikat, mengubah sakit jadi sehat, mengubah kikir jadi dermawan, mengubah kandang jadi taman, mengubah penjara jadi istana, mengubah amarah jadi ramah, mengubah musibah jadi muhibbah, itulah cinta!

Aku dan Hening

Aku: Keheningan yang tak selamanya hening

Keheningan tak selamanya hening
Seperti di sini,
Gelinding roda-roda bermesin tak pernah henti pecahkan keheningan
Atau aku salah?
Buktinya,
Mereka masih bisa terlelap dalam keheningan penuh keributan?


Pondasi Iman

Membangun hati penuh iman itu mudah dan sangat sulit. Tergantung di mana bumi ini dipijak. Begitu mudah memiliki hati bersih dan terasa sempurna keimanannya dalam me-nunggal-kan Allah, bila kaki ini berpijak dalam lingkungan penuh iman, komunitas shalih, para pecinta kalm Allah yang terbina dengan ukhuwah. Dalam lingkungan penuh berkah ini, seakan-akan kitalah salah satu shalih tersebut. Begitu menggelora, bersemangat dakwah dan terpatri janji kan tegakkan panji Ilahi di bumi pertiwi.


Sahabat oh Sahabat

Seorang sahabat mengadukan sahabatnya, bagaimana perbedaan karakter dan filosofi hidup membuat persahabatan mereka dipenuhi konflik. Begitu dilema, jika suatu saat merasa risih dan enggan untuk membersamai. Namun, di lain waktu, hati terasa rindu dan sangat menyesal.

Aku menghela nafas. Berkaca pada lika-liku persahabatanku sejak lalu. Dan..sebuah titik terang muncul.

Tanya Jawab: Hening

Ayah, aku bertanya pada keheningan

Ayah,
Apa itu sedikit? Mengapa Tuhan kita berkata demikian?
Ayah,
Apa itu sujud? Mengapa Tuhan kita mengulang kata itu?
Ayah,
Apa itu berpikir? Bukankah manusia kini pandai?
Ayah,
Apa itu bersegera? Bukankah manusia kini dikejar waktunya sendiri?

Tentang Cinta dan Kerinduan

Ah, saya tak berniat menuliskan buliran huruf sendu yang mengelu-elukan sosok pendamping, sahabat. Tapi, saya hanya ingin berbagi sebuah tanya tentang hal ini. Di usia kepala dua, adalah wajar seorang wanita (termasuk saya) mulai dilirik untuk  diperbincangkan masa depannya. Pengkerucutan itu berfokus soal pernikahan dan keluarga. Dengan siapakah dia menikah dan bagaimana keluarganya nanti? Dan ternyata, bukan hanya wanita. Pasangannya bernama laki-laki pun turut diperbincangkan. Untuk ini, bertambah objek perbincangan itu dengan kesanggupan finansial dan kepemimpinan.

Takdir

"Sepertinya, kita tidak ditakdirkan untuk bertemu beliau hari ini, us.."

Langkahku masih berpacu. "Sekali-kali tidak. Takdirku adalah ketika semua pintu telah diketuk, terbuka atau tidaknya, itu baru takdirku.."

Pendarnya, Cahayamu..

Masih saja termangu. Adalah keniscayaan, pendar cahaya hati kita berpengaruh besar pada redup terangnya lingkungan sekitar. Jagalah, jagalah. Pendarnya adalah sumber cahaya kehidayaan bagi siapapun. Jagalah, agar surgamu penuh dengan umat Rasulillah. Jagalah, agar pendarnya menyelamatkanmu, aku, dan kita.

Lalu rintik air mata mengalir..
Bagaimana pendar cahayamu, wahai diri?
Sudahkah kau menjaga dan menyebarkan 
cahayanya?

Lompatan Intelektualitas

Di halaman muka buku warna orange, ku temukan sebuah judul tulisan acak yang ku buat sesuka hati dikala waktu bersahabat. Judulnya: Lompatan Intelektualitas. Menarik! Hampir-hampir lupa, kapan saya pernah menulisnya? Oia, kalau tidak salah sewaktu membuka kembali buku Mikro Ekonomi di halaman muka dan bab pertama: Ilmu Ekonomi!

Minggu, 18 Mei 2014

Bolehkah Aku Mengeluh?

Pagi ini, wanita itu tertunduk di dekat ku. Ia diam membisu sekian lama. Aku tak biasa dengan situasi ini, mencoba bergerak sebagaimana biasa. Membuka lipatan meja kayu, menyiapkan laptop dan memasangkan kabel-kabelnya. Hari ini adalah deadline tugas kantor yang dibawa pulang, lembur di hari libur. Ingin ku belai helai rambutnya, memegang tangan dan menyiumnya berkali-kali. Lalu dengan lembut aku bertanya padanya.

Jumat, 16 Mei 2014

Ruang Kecil #3: Sebab Amanah

Disela-sela ritme pekerjaan, sang direktur program memulai jawaban dari satu tanyaku.

"Begini Us, laki-laki itu berbeda dengan suami. Maka dari itu, laki-laki shalih belum tentu menjadi suami yang shalih. Pun ketika menjadi ayah, suami yang shalih belum tentu menjadi ayah yang shalih."

"Sebab amanah ya, pak?"

"Ya, betul. Karena itu menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat mengemban amanah."

"Hal ini juga berlaku untuk perempuan?"

"Ya!"

Begitu besarkah amanah itu? Akson dan dendrit sejenak berhenti, mencari alur yang baru. Adakah muara syaraf lain yang menghantarkan informasi baru?

Senja, Mei 2014
Ruang Kecil

Kamis, 27 Maret 2014

Ruang Kecil #2: Kanvas

Sesungguhnya, kita dilahirkan sebagai kanvas putih terbentang. Ia memanjang atau menggulung. Kita tak tahu, berapa meter panjangnya kanvas itu. Sebagaimana seberapa panjang kita akan menghirup dan menghempaskan udara di bumi penuh keramaian ini. Ramai betul di sini, bercorak seribu warna yang menjadi pilihan bagi kita untuk melukiskannya di atas kanvas pribadi kita.

Senin, 24 Maret 2014

Ruang Kecil #1: Beginilah Fitrahnya

Mungkin beginilah fitrahnya, kesulitan dan kemudahan itu hadir bersamaan amalan kita. Bukan soal besar dan kecilnya, bukan soal kuantitas dan kualitas yang menjadi hak perogatif Allah semata. Bukan soal ikhlas dan tindak tanduk hati yang tak terlihat itu. Tapi ini soal niat, motif yang mengawali, mengikuti dan mengakhiri segala perbuatan kita. Ah, benar kata-kata itu. Aku lupa siapa bagaimana narasinya pun siapa naratornya. Yang ku ingat, ia adalah seorang ulama di zamannya, kira-kira ia berucap begini:

Rabu, 05 Maret 2014

Pagi oh Pagi

Insya Allah, insya Allah, insya Allah.. We'll find the way!

Masih ingat lagu ini, sobat? Setelah sekian lama, akhirnya suara merdu Maher kembali diputar di ruangan ini. Tentang ruangan ini, cukup kecil memang, akan tetapi ia telah menjadi sebagian dari fragmen kehidupan saya yang penuh perjuangan. Cielah.. :)

Entah, ya, entah mengapa di sini aku menginjakan tumpuan sebagian penghidupan dan berusaha menyelesaikan studi kembali. Sudah satu semester kampus tak ditengok. Sudah lama tak membongkar dan membolak-balik diktat kuliah, mencorat-coret rencana setinggi langit, menyibukan diri dengan hal-hal berbau akuntansi, auditing dan keuangan. Membuat catatan berwarna-warni, mendengar ocehan anak kampus di sela-sela diskusi, menyimak petuah-petuah dosen nan bersahaja dan tentunya, hamparan sajadah masjid kampus bernama Yarmuk. Sebuah nama di bumi Syam sana. Allah, Allahumma manshur mujahidiina fii syam. T.T