Senin, 26 Agustus 2013

Bait Asy-Syirkah

Masjid Bait Asy-Syirkah
Ini tentang masjid di perumahan tempatku tinggal. Masjid Baitusy Syirkah namanya. Tentang pemakaian nama, aku kira itu berkat tokoh di wilayahku dulu. Kami adalah para pedagang olahan kedelai yang berserikat di bawah naungan koperasi. Maka tak heran, "Bait Asy-Syirkah" menjadi nama masjid kami. Masjid yang sudah beberapa kali dipugar dengan swadaya alias kantong kami sendiri. Bermula dari aula kecil yang kami sebut 'langgar' kini berkembang menjadi masjid cukup besar dengan dua lantai. Bisa dibilang, 80% sudah jadi.

Minggu, 25 Agustus 2013

Itukah Aku?

Selama ini, aku hidup dalam keadaan aman dan sentausa. Tak ada keributan dan huru hara. Pagi hari, kehangatan surya ku rasakan dengan bahagia. Bahkan terkadang, aku masih saja tergoda nyamannya pembaringan. Apalagi jika mendung menyapaku di awal pagi. Mandi, sarapan dan bersiap-siap. Tak membekas apapun pada ingatanku, apakah fajar terlewat terbit dan baru ku dirikan. Bukan telat membangunkan diri, tapi tak bergegas menemui-Nya. Dan itu telah biasa kulakukan. Maka, jangan tanya aku apakah aku shalat malam atau tidak hari ini. Tapi, raga akan bergegas menyambut hari dengan rutinitas.

Minggu, 11 Agustus 2013

Tentang Tanya dan Kesoktahuan

Tanya itu selalu memenuhi, apa dan bagaimana. Dan, seringkali Allah temukan aku dengan sebuah sumber inspirasi. Apakah penasaran saya terobati? Belum juga ternyata, sobats. Masih ada banyak tanya, di mana derajatnya di balik kabung asap nan abstrak. Karena tanya itu masih mengudara bersama deretan huruf dan angka, acak dan belum membuat pola apapun. Jadi, apa yang harus aku tanya?

Kata Bang Tere, bacalah 10 buku, 50 buku, 100 buku dan 1000 buku. Sudahkah aku temukan jawabannya? Sepertinya tidak dan jua tidak. Mengapa? Karena semakin bertambah deret huruf yang dibaca semakin bertambah deret tanya tersebut. Akan tetapi, setidaknya kesoktahuan itu akan jauh berkurang. Di mana aplikasi padi merunduk itu ada dalam nadi-nadi pemuda dan pemudi yang terus belajar.
Saya akui. Saya ini masih sok tahu dengan terbatasnya buku yang dibaca. Saya ini masih sok tahu dengan mudanya pengalaman. Saya ini masih sok tahu dengan terbatasnya amal.

Dan, ternyata beban itu bersama orang-orang yang berilmu. Belajar dan mengajar adalah asas kausalitas yang tak terbantahkan. Mengajarkan ilmu meski seayat adalah bak orang bersedekah dengan dirhamnya. Ia akan berkembang sebanyak yang Allah kehendaki, dua kali, sepuluh kali, seratus kali, tujuh ratus kali, hingga tak terhingga. Lalu, dimanakah selama ini ilmu-ilmu nan sedikit itu menguap? Olala, adakah aku berbuat kaburo maktan kali ini?

Teringat kisah para shahabah, memencar setelah iman telah dipatrikan. Fantasyiru fil 'ardh untuk membumikan Islam yang mulia. Mengajar satu dua ayat, menyampaikan satu dua hadits pada rekan, sahabat dan utamanya, keluarga. Hanya satu dua ayat, hanya satu dua hadits. Bukan maruk seperti kita yang selalu menginginkan lebih. Mereka, para shahabah dengan kemuliaan imannya, akan menolak menambah hafalan. Mengapa? Terlampau berat, ya, terlampau berat apa yang hendak mereka ajarkan kembali kepada yang lainnya.
Entah bagaimana Rasululllah itu mengajar, hingga ajarannya begitu kuat mengakar. Entah bagaimana Rasulullah itu mencontohkan, hingga pengamalannya begitu luar biasa. 
Bagaimana jika saya tak mengajarkan? Samalah nasibnya dengan mereka yang tak menginfak sedang harta dan pangan tertimbun tak guna. Duhai. Mungkin sebab itulah saya menulis, sahabat. Berbagi ya, hanya sekedar berbagi. Bukan untuk menggurui, dengan kesoktahuan saya, mana pantas saya menjadi guru dengan gelar ustadzah yang maha berat itu? Saya hanya berharap, kesoktahuan itu dapat tertuai dalam buliran huruf yang berguna, meski kini masih sekedar berbagi curhatan yang belum berguna. Semoga nanti.

Merenungi hadis Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam: (Saya mengutipnya dari tulisan Kang Fauzil Adhim. Beliau menolak disebut ustadz, apalagi saya?)
 إِنَّكُمْ أَصْبَحْتُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيْرٍ فُقَهَاؤُهُ، قَلِيْلٍ خُطَبَاؤُهُ، قَلِيْلٍ سُؤَّالُهُ، كَثِيْرٍ مُعْطُوهُ، الْعَمَلُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ. وَسَيَأْتِي زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيْرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيْلٌ مُعْطُوهُ،الْعِلْمُ فِيْهِ خَيْرٌمِنَ الْعَمَلِ
“Sesungguhnya kalian hidup di zaman yang fuqahanya (ulama) banyak dan penceramahnya sedikit, sedikit yang minta-minta dan banyak yang memberi, beramal pada waktu itu lebih baik dari berilmu. Dan akan datang suatu zaman yang ulamanya sedikit dan penceramahnya banyak, peminta-minta banyak dan yang memberi sedikit, berilmu pada waktu itu lebih baik dari beramal.” (HR. Ath-Thabrani).
Sengaja, saya tebalkan akhir hadits di atas. Itulah zaman kita, sahabat. Zaman yang beradu putih dan hitam mebentang sekelebat area abu-abu. Hingga sukar lagi tampak mana yang haq dan bathil. Bukan karena tiada lagi acuan. Namun, hampir tiada orang yang benar-benar menerapkan acuannya. Al-Mubayyan, Al-Quran dan Sunah Rasulillah. Banyak yang berkoar mendukung dan membuat gerakan semacamnya, namun yang sibuk mengamalkan diam tersembunyi.


Lalu buliran hurif itu terukir, 

Bukan karena lebih tahu, aku berbagi. Pun bukan karena lebih baik. Hanya saja, lebih dulu ia datang menemuiku. Kini, ku ajak ia menemuimu, duhai sahabat. Semoga dan semoga, kita selalu belajar dan mengajar, serta menarik hikmah sebanyak dan sebanyak mungkin. Karena itulah hakmu dan juga hak-ku. 

Tentang Skizofernia

Masih tetap penasaran dengan arti kata ini. Kebetulan, tadi pagi setelah beranjak malam (#ups), tidak sengaja menonton film The Soloist. Ternyata, film ini juga mengangkat tentang pengidap Skizofernia yang piawai di bidang musik dengan Cello-nya. Kalau sebelumnya, film Beautiful Mind mengangkat kisah John Nash sang penerima nobel dengan kepakaran dibidang matematika.

Ah, masih saja belum terobati tanya itu. #MariBelajar

Sabtu, 10 Agustus 2013

Siti Komariah, Pendarmu Cahaya Rembulan

Siang ini, kecerahannya membawa ingatan hangatku padanya. Sahabatku sewaktu SMA dulu. Sahabat yang membawa pendar cahaya rembulan sama seperti namanya, Siti Komariah. Dulu, sewaktu tak ketemui sahabat kala perjuangan 'jilbab' di kalangan terdekat bernama keluarga. Dulu, sewaktu ku temukan kebersamaan bersama Al-Quran yang menemani hari-hari. Hingga ku ikrarkan doa, "Rabb jadikanlah jilbab dan Al-Quran ini menjadi sahabat terbaikku hatta jannah."

Dan, kau hadir wahai saudari. Kau menemani setiap muroja'ahku saat penat hadir di kelas yang bising. Kau menemaniku menghafal meski kau malu merayu, bahwa engkau belum bisa menyamai. Ah, senyum manismu itu tulus wahai saudari.


Ingat kau, ingatkan aku akan adumu. Iya, kau mengadu di serambi masjid sekolah kita dulu. Tentang keluargamu, tentang kakak perempuanmu, tentang adik dan ibumu dan tentang pekerjaan ayahmu. Duhai beningnya cintamu, wahai saudari. 


Jumat, 09 Agustus 2013

Suku Indian Muslim?

Hanya ingin Reblogging dari blog lama. Mungkin, sudah penuh sarang laba-laba. ^-*
Mengenai sejarah ini, pernah menjadi salah satu epik di terbitan majalah Annida, entah di tahun berapa. Tapi, insya Allah ini adalah pengetahuan. Barangkali ada sahabat yang belum banyak tahu tentang suku indian bernama Cherokee dan ternyata, mereka muslim!
Sila disimak, sahabat.

An-Najma Online: Suku Indian Cherokee adalah Muslim!


Pastinya semua pembaca akan bertanya-tanya. Benarkah? Apa sih yang ada dibenak kawan semua tentang suku Indian, mungkin sebuah suku primitif dengan coreng sana dan sini dan tentunya dengan helaian bulu burung di kepalanya. Jauh dari kenyataan sebagai umat muslim. Benar kan? Kalau tak percaya, sebagai bukti bahwa hal itu memang benar, kalau ada rejeki dan kesempatan bisa berkunjung ke perpustakaan kongres amerika (Library of Congress). Silakan minta untuk ditunjukkan arsip perjanjian antara pemerintah AS dan orang-orang indian suku Cherokee pada tahun 1787.

Skizofernia?

Ba'da lebaran, penasaran dengan sebuah film berjudul: "Beautiful Mind". Yang rupanya, adaptasi sebuah buku berjudul, Beautiful Mind, The Life of Mathematical Genius and Nobel Laureate John 
Nash.

Berkisah tentang professor matematika sekaligus penerima nobel, John Nash. Dibalik kecermelangannya, ia mengidap Skizofernia. Dulu, sewaktu kecil, John Junior berpikir bahwa ada ancaman bom yang akan meledakan rel kereta api. Penyakit dengan gejala, bahwa sang penderita memiliki dunianya sendiri dan tidak dapat membedakan dengan kenyataan. Halusinasi dan waham istilahnya. Lalu, apa bedanya dengan Autisme? Masih dengan petik katanya, penyakit autisma pun memiliki dunianya sendiri, bukan? Ignore it, karena ini artinya sebuah tugas baru: mempelajari skizofernia dan autisma


Rabu, 07 Agustus 2013

Siap-Siap Mudik

Setelah hampir 4 tahun tak ikut balik kampung (keluarga sih tetep pulang), tahun ini akhirnya..ikut mudik bersama keluarga. Yeay!! ^___^


Mau kemana kita? -->Pekalongan!
Tempat saya dan keluarga dilahirkan. Olala, ada niatan ngebolang disana pekan ini. Masa' iya, selama dua puluhan tahun ini, saya belum pernah keliling Pekalongan? 


Niatnya naik kereta, tapi..alhasil ngikut saja deh bareng keluarga. (Sebenernya sih, kehabisan kereta eksekutif murah. ^__^) Hihi..

Selamat mudik, sahabat. Fii amanillah fii thoriqiikum, ^-*

Selasa, 06 Agustus 2013

Hizb Al-Quran

Bagaimana kabar tilawahnya, sahabat? Lancar selancar Ramadhan? ^__^

Kali ini, saya ingin sedikit berbagi mengenai Hizb Al-Quran. Apa itu? Sederhananya, hizb adalah pembagian Al-Quran. Dimana memudahkan kita untuk berhenti membaca, seperti hitungan juz yang akrab dengan kita selama ini.


Saat ini, seluruh mushaf Al-Quran di dunia diterbitkan dengan pembagian 30 juz. Setiap juz-nya terdiri dari 10 lembar atau 20 halaman. Pembagian hizb (bagian) Al-Quran menjadi 30 juz ini pertama kali diperkenalkan oleh Al-Hajjaj ibn Yusuf Ats-Tsaqafi (wafat 110 H). Menurut Ust. Hartanto, pembagian hizb ini didasarkan jumlah huruf yang terdapat pada Al-Quran. Pembagian dilakukan para cendikian Iraq (Kufah) kala itu atas perintah Al-Hajjaj. Pembagian ini tidak dikenal oleh generasi Shahabat dan bukanlah arahan yang diwariskan Rasulullah Saw serta Malaikat Jibril. Pun masyarakat Madinah tidak mengenal pembagian ini.

Mengapa 30 Juz? Pembagian ini dimaksudkan agar dapat memudahkan muslim mengkhatamkan Al-Quran sekali sebulannya. Sehingga, sehari kita dapat menyelesaikan minimal 1 juz Al-Quran. Pun dimaksudkan agar kita tidak mengubah makna/arti ayat yang kita baca ketika berhenti di sembarang tempat. Pembagian ini mengajak kita untuk semangat mentadabbur juga, ya? ^_^

Maka janganlah kau bersumpah untuk agamamu, jika kau tak ingin lelah!

Maka janganlah kau bersumpah untuk agamamu, jika kau tak ingin lelah!
Maka janganlah kau bersumpah untuk agamamu, jika kau tak ingin ada yang menganggu kenyamananmu!


Siapa pun bersumpah dirinya untuk menjalani hidupnya demi agamanya, ia kelak akan memiliki hidup yang lelah, tetapi yakinlah ia akan hidup “Megah”.
Dan bahkan jika tentara kegelapan mengepung di sekeliling-nya, ia yakin  sepenuhnya tentang datangnya fajar.
Sayyid Qutb

Rumahmu terlampau nyaman, kendaraanmu terlampau melenakan pun pekerjaanmu terlampau mensejahterakan. Akankah kau meninggalkannya demi kelelahan dan kepayahan? Akankah kau sudi hidup di penjara karena sumpahmu kelak? Bukankah hidup dengan menegakan kalimah Illah adalah pengorbanan jiwa, harta dan raga?

Maka, janganlah kau bersumpah untuk agamamu, jika kau tak ingin kehilangan semua!

Dimanakah Anda?

Sejarah Islam hanya tertulis dalam dua warna tinta, Hitam dan Merah.
Tinta Hitam telah ditorehkan oleh tinta para Ulama, dan Tinta Merah yang telah ditorehkan oleh darah para Syuhada.
(“Islamic history has been written in two colours; black for the ink of the scholar, and red for the blood of the martyr”)
Dimanakah anda?
(DR. Abdullah Azzam)

Mari Menghafal Quran

Malam ini, mari kita mengasah hati. Mengasah sebanyak dan selama mungkin hati yang mulai mengabur warnanya, mulai berkarat kulitnya. Mari kita mengasah hati yang sudah lama tak menjamah Al-Quran. Telah lama ia kaku dalam ramai kemaksiatan. Mari kita mengasah hati, membaca-mendengar dan menghafalkannya. Sungguh, Allah telah mudahkan Al-Quran untuk dihafalkan. Mari, mengasah hati, tempa diri menjadi kafilah penjaga Al-Quran. Bersama Allah, menjada Al-Quran hingga yaumil akhir nanti.

          54:17
Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 17)

Senin, 05 Agustus 2013

Anak Peseda

Kring..kring.. Kring..kring..

wush...kayuhan cukup cepat menyerusuak di antara belokan gang. Ia melaju demikian cepat, mendahului pejalan-pejalan bersenandung. Ia terus melaju diantara kuda dan kereta beroda. Ia maju dan terus melaju, mendahului mereka yang sejenak menunggu tumpangan, pelanggan sang kereta. Ia maju dan terus melaju, berlomba mendahului waktu. Ia maju dan terus melaju, hingga pagar didahului. Ia menang!

Kring..kring.. Kring..kring..

Ah, rindu masa itu. Kemana pergi, sepeda akan terus menemani. Apapun kendaraan yang memenuhi garasi, sepeda menjadi pilihan utama dan terakhir kalinya. Berapapun jarak ditempuh, sepeda adalah kendaraanku. Sekolah, pasar, rumah teman. Ah, senangnya.

Hai, Sumayyah

Sumayyah, kau dengar berita yang baru saja terjadi di negeri kami? Sebuah Vihara tak jauh dari rumahku, katanya ada yang meneror. Ada ledakan agak keras di sana. Kata mereka, orang-orang yang menggunakan jubah yang sama di negerimu. Yah, mereka bilang, teror dengan mercon adalah keisengan kami yang membela dan mengungkit-ungkit namamu demi kebebasan. Ah, sungguh.

Sumayyah, bagaimana kabarmu kini? Di samudera mana kau berada bersama perahumu? Apakah ombak disana begitu mengamuk dan memuntahkan semua isi perutmu? Di gubuk mana kau menghabiskan Ramadhan berteman air menggenang? Dimana kau tidur jika lantai dasarnya penuh dengan air? Bagaimana puasamu dan keluargamu di sana?

Tentang Kata Salah

Alhamdulillah, malam ini kembali berkesempatan menuliskan kata-kata yang belum terangkai makna. Alhamdulillah, malam ini pun saya kembali menikmati kaki-kaki melangkah. Berkesempatan bertemu orang-orang lain, dengan kata lain bersilaturahim untuk memperpanjang makna usia. Melapangkan rezeki serta merangkum makna. Yah, perjalanan adalah pengisian kantung-kantung hikmah.

Salah adalah ciri khas manusia ya, sahabat. Adakah dari kita luput dari sekali salah setahun ini? Barangkali tidak, ya. Kalau begitu, kita kerucutkan dalam sebulan. Adakah kita yang bersih dari salah? Ah, mustahil. Bagaimana dalam seminggu? Adakah? Hm..masih kemungkinan tidak juga, ya? Bagaimana jika sehari? Hm..ada kemungkinan, tapi sepertinya tidak juga, ya. Bagaimana jika dalam hitungan jam, menit atau detik? Sepertinya, tetap saja kita bisa menghindari salah, ya?

Minggu, 04 Agustus 2013

Engkaulah Sumayyah!

Begitu ngilu hati ini. Berulang kali kabar tentangmu mengirisnya. Bukan dengan potongan tajam, tapi irisan pisau berkarat nan mengoyak. Ah, sungguh. Pasukan laki-laki berbaju oranye tanpa rambut di kepala, seakan monster pemakan darah, daging dan kehormatan. Rumah luluh lantak, leher dikoyak, jasad dibakar, bayi-bayi dibelah. Pedang-pedang melayang, tongkat-tongkat menghantam dan kobaran amarah api membakar. Darah dibiarkan mengalir atas ketidakberdayaan. Bagaimana mungkin akan melawan, jika akses pendidikan-kewarganegaraan-pengakuan-hak hidup-persenjataan-demografi semua dilanggar?

Wahai!

Sabtu, 03 Agustus 2013

Wahai Engkau, Aku Iri padamu.

Aku kira, aku belum pernah merasakannya. Menjadi kertas putih, setelah sekian lama tercoret segala tinta. Menjadi sebening embun yang terpisah dari keruhnya parit mengalir. Merasakan jiwa yang bebas dan bertakbir sekuat raga. Menjadi dirimu yang bersinar dari persembunyianmu dulu. Ah, aku iri padamu.

Aku kira, aku belum tahu bagaimana rasanya. Menjadi dirimu yang terisak mengeja talbiyah. Menjadi dirimu, menjadi pribadi paripurna dengan pilihannya. Menjadi dirimu, yang begitu yakin dengan pilihannya. Menjadi dirimu, begitu dekat hatimu pada-Nya. Meski kau pernah mengadu, engkau tak tahu mengapa hati ingin mencurahkan tangisnya. Ah, aku iri padamu.