Kamis, 03 Juli 2014

Kembali, Abstrak

Memasuki bulan ke tujuh aku disini. Dimana sebagian usaha ku tumpu padanya. Ramadhan hari kelima, kembali terngiang masa itu. Mengapa tak lekang setiap memori ya? Ia terekam kuat bak binder yang lengkap dengan bab dan halamannya. Hingga terkesiap, mengapa pula aku disini? Qadarullaha haqqa qadarihi. Inilah qadar-Nya dan sebaik-baik takdir yang diberikan oleh-Nya.

Di tempat ini, beragam kisah kembali ku sematkan dalam file-file memori, yang mungkin ia terkuak beberapa tahun mendatang di sebuah tempat dan waktu yang ku tak pernah tahu. Namun semuanya telah ada secara pasti dalam kesatuan file Maha Besar milik-Nya, di lauh mahfuzh sana. Bukan hanya tentangku, tentang mu, tentang mereka dan kita semua.  Catatan terlengkap yang pernah ada, ensiklopedi terkompleks dan hilang keraguan padanya. Dari sanalah nanti, sumber pertanyaan itu. Bukan tentang dosa dan pahala. Tiap-tiap jin dan manusia akan menanggung tanya yang sama: pertanggungjawaban atas semua amal semasa hayah. Duhai, ngerinya.

Masih jua aku di sini. Si anak bawang dengan ke-soktahuan-nya. Si anak bawang yang selalu menganggap aktivitas menjadi permainan yang mengasyikan. Anak bawang yang tak pernah lepas dari coretan kertas dan monitor yang menyala. Si anak bawang yang mulai mengalun cerita sedih dan air mata. Kepenatan menegangkan semua syarafnya. Adakah cemas dan takut menghantuinya kini?

Lalu terbentang ayat itu, "...maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati..". Ah, adakah iman tercerabut habis dari hatinya? Sehingga takut dan sedih bercampur menjadi satu. Faghfirlana..faghfirlana..

Nampak jelas guratan itu, seakan ia hendak berkata: "aku ingin terbang!" Lalu ia mengurai cerita,
Aku akan kesana, ke batas horizon itu. Tempat dimana biru dan hitam beradu menjadi padu yang terpisah.  Tetap menjadi birunya dan hitamnya, di balik lapisan halus yang mengurai beragam warna. Aku akan ke sana, biar ku temukan batas-batas gelombang di ranah atmosfer. Biar ku jumpa saturasi indah di batas euforia rona aurora. Biar ku jemput meteorid-meteorid yang aus menghabis di perbatasan. Dan terus mengangkasa menuju jagat hitam berkilat badai sang matahari.
Kepalaku terus saja mendongak. Merindunya ia pada jalanan bintang gumintang itu. Memanjang demikian panjang dari utara ke selatan. Memandangnya, aku merasa menjadi bagian dari semesta. Bahwa aku, dan siapapun di antara gumintang itu tiadalah tunduk dan merunduk kecuali kepada yang Satu. Dialah Maha Rahman yang mengejawantahkan rahmatnya kepada siapa yang dikehendaki.

Begitu dalam kerinduan itu, menjadi salah seorang di antara gumintang itu. Meski ia tiada bersinar, tetap menjadi najm di sekumpulan gumintang. Meski ia tiada berpendar, ia tetaplah dalam jamaah gumintang dengan cahayanya sendiri, bukan pinjaman.

Alhamdulillah, rupanya aku masih disini. Pertemuan dengan seorang sahabat lama kembali me-refresh sebagian kejemuan dalam file keseharian. Ada sesuatu yang salah barangkali. Ada sesuatu yang hilang sepertinya. Item-item itu kembali menegangkan setiap syaraf yang ada di kepala. Betapa pun, harus ada yang dikoreksi. Adakah kesibukanku kini telah benar di koridor-Nya dan murni atas penghambaan kepada-Nya?

Pertemuan itu mengingatkan kami, bahwa tiada yang kami ingini kecuali ridho dan ampunan-Nya. Apa saja yang menjadi keputusan-Nya adalah keyakinan penuh bagi kami untuk mendekat pada-Nya. Beberapa kali kami mengupayakan mimpi, beberapa kali kami mengupayakan doa, beberapa kali hingga ke sekian kali. Meski, ia belum jua terwujud nyata. Kami akan tetap yakin, bukan karena Engkau tak mengkhendaki. Akan tetapi ialah cinta sepenuhnya dari-Mu agar kami terus mengupayakan kedekatan kepada-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar