Rabu, 05 Maret 2014

Pagi oh Pagi

Insya Allah, insya Allah, insya Allah.. We'll find the way!

Masih ingat lagu ini, sobat? Setelah sekian lama, akhirnya suara merdu Maher kembali diputar di ruangan ini. Tentang ruangan ini, cukup kecil memang, akan tetapi ia telah menjadi sebagian dari fragmen kehidupan saya yang penuh perjuangan. Cielah.. :)

Entah, ya, entah mengapa di sini aku menginjakan tumpuan sebagian penghidupan dan berusaha menyelesaikan studi kembali. Sudah satu semester kampus tak ditengok. Sudah lama tak membongkar dan membolak-balik diktat kuliah, mencorat-coret rencana setinggi langit, menyibukan diri dengan hal-hal berbau akuntansi, auditing dan keuangan. Membuat catatan berwarna-warni, mendengar ocehan anak kampus di sela-sela diskusi, menyimak petuah-petuah dosen nan bersahaja dan tentunya, hamparan sajadah masjid kampus bernama Yarmuk. Sebuah nama di bumi Syam sana. Allah, Allahumma manshur mujahidiina fii syam. T.T

Lama nian, tak bertemu pagi yang penuh dengan interaksi bersama Quran. Saling membangunkan di kala malam, bergantian muraja'ah dengan menjadi imam shalat. Sahur bersama, masak bersama, piket bersama. Ketika pagi datang, kami berjama'ah tilawah, khusuk sekali. Meski terantuk-antuk memegangi mushaf, pagi yang indah di Bengkel Quran adalah pagi terindah yang terulang tiap harinya. BeQi alias Bengkel Quran adalah nama yang kami pilih untuk menamai geng kami, anak-anak manusia yang belajar mengupgrade kapasitas diri dengan menjadi ahlullah. Meski masa itu berlalu sebelum kami menyelesaikan targetnya mengkhatamkan Quran. Allah, dekatkanlah kami kepada-Mu sebagaimana kami berupaya mendekatkan diri kepada-Mu. Suatu masa di bumi Depok sana tercium wanginya. 

Pun sudah lama, tak menjadi penghuni salah satu rumah petak di bilangan Duren Sari, area dekat kampus. Bersama sahabat rumah petak, kami bergiliran menjadi imam dan mengistiqomahkan kebiasaan BeQi di sini. Menyapa burung dan tetangga penghuni rumah petak sebelah. Bergerilya mencicip kuliner sepanjang gang, dan tak lupa, menyambangi kediaman gadis kembar bernama Ina dan Uni. At last, kami akhirnya menjadi jajan addict di sini. Bukan, bukan karena jenis makanan atau harganya. Tapi, karena keluarganya! Abi, sang ayah Ina dan Uni menjadi teman paling asyik, sahabat berbagi yang unik dan bapak sekaligus guru kehidupan. Suatu masa penuh hikmah dan pembelajaran diri akan kehidupan terbentang saat itu.

Betapa banyak hikmah bertemu keluarga ini. Saat ia terkulai lemah, kami datang menemui. Berniat menguatkan melalui cerita kami, justru malah tersipu dengan ketegarannya melampaui cerita kami. Ah, pribadinya sungguh nasihat dan tarbiyah buat kami. Sampai hayat menjemput kehidupannya pun, bertambah terkesimanya kami. Utamanya, untuk kami berdua, aku dan dia. Ya, dia,  sahabat sekaligus saudara yang menjadi tempat berkaca. Duhai, betapa hebat keteguhan ibadahnya, keluhuran budinya juga budi keluarganya. Dan tak terlupakan, keluhuran budi sang kakak alias abangnya sebagai nasihat kehidupan nan indah hingga penghujung kematiannya. Allahuyarham. (Tetiba ingin menangis)

Rindu betul aku padanya. Pada keceriaannya di tengah kejaran tawa anak-anak juga kefasihannya di depan layar mengotak-atik program yang sama sekali tak ku mengerti. Pernah suatu hari, menjadi topik obrolan aku dan umi (ibu Ina dan Uni). Mengapa sahabat saya ini begitu nampak boros menjajakan uangnya di rumah ini. Setiap pagi, sekitar 10 buah pisang cokelat menjadi kebiasaannya. Sampai aku tahu, ya, kebiasaan yang tampak boros itu justru membuatku malu. Betapa ia menjadi guruku, guru berbagi dalam kehidupanku. Berbagi meski sederhana, sesederhana pisang cokelat yang dibagikan ke anak-anak yang dijumpainya di pagi itu. Duhai.

Betapa, betapa. Rindu betul pada pagi-pagi itu. Pagi yang nampak sekejap ketika lelah melahap diri di pembaringan, pagiku nampak luar biasa di peristiwa lain. Duhai Rabbi, rindu betul akan pagi-pagi itu. Pertemukanlah, pertemukanlah aku kembali, padanya. T.T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar