Rabu, 18 Juni 2014

Haru Biru

Ada yang terus mengharu biru dalam rongga dadaku. Adakah ku temui lembutnya irama syahdu dalam jalinan mimpi-mimpi bersama mu? Dalam jejak-jejak berurai air mata, ia yang terus mengevaporasi dalam rangkaian waktu yang tak sedikit. Mulanya ia kental hingga mustahil menganak sungai. Tapi apa daya. Ketika neuron dan syaraf itu telah mengakar kuat, ia melahirkan kata-kata yang tak lagi mampu dirubah. Dalam betik laku yang bahkan tak lagi mampu dicegah. Berjalan, bergerak, merasa, melihat, mendengar dan berpikir keras!
Ada yang terus mengharu biru dalam rongga dadaku. Adakah ku temui kesunyian dalam hingar bingar kota? Orang-orang yang mengular dan bercerca kata-kata. Sampai aku bingung, adakah telinga dan mataku harus difungsikan? Untuk sekedar menyatakan, bahwa aku mendengar dan paham?

Ada yang terus mengharu biru dalam rongga dadaku. Tak sering ku temui dia, kecuali dalam waktu-waktu paksa dan terus menerus memaksa. Karena aku tak pernah tahu, kapan lembut dan sunyinya itu, dapat mengamplas hati yang mulai berkarat ini? Dalam riuh kelelahan dan kepayahan menjaga motivasi diri. Pun tak jarang, ia kalah oleh sekedar ekspresi mulut yang menganga atau otak yang mendidih. Tapi tak apa, aku justru takut, jika ia kalah oleh matinya segumpal dagingnya itu.

Masih terus mengharu biru dalam rongga dadaku. Terus merindu kesunyian dan kelembutan itu. Menarik nafas, menghirupnya kuat-kuat, sepanjang yang aku bisa. Mataku masih terus mengangkasa di langit biru yang beranjak menghitam. Di pelataran atas sana, secercah harapan bertemu denganmu kembali membuka diri. Tanganku mengepak, meninggi. Ku hempaskan nafas kuat-kuat. Aku bisa!

Dan haru akan tetap menjadi diriku. Dalam kerinduan yang membiru dan penantian bersamamu.


Tak sengaja, ku temukan raut mu 
di antara memori usang anak kecil yang meradang.
Di pelataran samudera hati, 
aku mendekat pada sumber mata air yang cemerlang meniru wajahku.
Aku terkesiap, ia berpesan padaku,
"Jagalah kitab dan penamu. Karena ia adalah sebenar-benar pelepas dahaga."


Bari-baris itu merajuk, lama betul aku tak menyapanya.
Ruangan kecil yang telah menjadi sebagian fragmen,
Bercerita tentang mu dan jalinan waktu kebersamaan kita.
Meski, masih saja jarak kita menjauh dan mendekat,
bak anak kecil yang ribut bertengkar.
Ya, semoga, kita akan membuat alter persahabatan abadi surga,
pun dengannya,
selendang putih yang membuatku semakin mencinta pada-Nya.
Teruntuk dua sahabatku,
sahabat impianku. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar