Senin, 27 Oktober 2014

Bertumbuh

من الحبة تنشائ الشاجرة
"Bertumbuh dari sebuah biji, tumbuh dan berkembang menjadi pohon impian"
Waktu itu, laksana diburu oleh waktu, berpacu, bergerak cepat dan berharap segera menyelesaikan. Kemudian kecewa, tak jua bertemu garis akhir di tiap perbatasan. Yang ada, justru jeweran demi jeweran kepada diri yang keburu nafsu. Ah, malunya. Duhai Rabb, terima kasih atas segala perjalanan tarbiyah-Mu melalui sahabat surgawi ini.

Bersamanya, aku merasakan satu demi satu tahapan. Bahwa segala sesuatu itu punya alur dan anak tangganya masing-masing. Ia bertumbuh, dari semula biji menjadi pohon yang maha tinggi. Bertumbuh, bukan sekejap jadi. Ia bertumbuh dengan menghujam lebih dulu, menguatkan cita sedalam mungkin meski belum jua nampak. Ia bertumbuh melepas kotiledonnya secara perlahan, satu demi satu waktu, mengepakan daun pertanda kemandirian. Ia bertumbuh, satu demi satu waktu, meregangkan diri, bertumbuh menuju cahaya matahari. Ia bertumbuh, satu demi satu waktu, mengkekarkan diri, mengepakan ranting ke segala sisi. Menyapa kupu, kumbang dan segala burung-burung yang bertengger. Bercicit, bernyanyi, menyeduh madu, menemani tiap proses tumbuh bersama kuncup-kuncup bunga.

Ia terus bertumbuh, yang semula biji kini menjadi pohon yang meneduhi, yang mengilhami juga menghadiahi sekelilingnya dengan buah-buah nan masak. Ia terus bertumbuh seiring waktu hingga penghabisan waktu. Bahwa sejatinya memang demikian. Apapun cita, ia bertumbuh dari semula biji menjadi pohon yang teduh, berbunga juga berbuah. Bahwa cita adalah hadiah bagi seluruh alam. Bahwa cita adalah kemanfaatan diri dalam bentuk apapun jua.

Maka, ku katakan pada diri:
"mari bertumbuh, dari semula biji lalu mengangkasa cita!"



Ruangan kecil,
Muharram hari ke empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar