Kamis, 16 Oktober 2014

Kerikil

Terkadang, aku merindukan jalan yang demikian panjang dipenuhi kerikil tanpa kebisingan. Menyusuri jalan, menendang-nendang batu lalu mendongak ke langit biru. Mengapa pula ia biru? Padahal, panjang gelombangnya yang pendek, memaksa atmosfer memantulkannya kembali. Yang tak pernah melintasi atmosfer, justru tergambar di sepanjang langit dan batas pandang manusia.

Haru, lagi-lagi ia bersarang saat mendapati waktu yang terulang. Aku yang demikian tertinggal. Apapun itu, memang diri telah siap jikalau memang akan selalu mengulang waktu yang sama  dan mendapati diri tak jua menemui garis akhir. Layaknya labirin yang tak ku temui jalan keluarnya.

Kuat, insya Allah. Terima dan ikhlas apapun qadar-Nya. Namun, ada satu ruang yang menuntut haknya. Biarlah tak banyak kata, menyelamatkan diri dari perkataan yang tidak-tidak. Lalu menjerumuskan diri dari sifat tak mau bersyukur. Bening mata dengan pixel yang tak kan terjamah oleh teknologi apapun, akhirnya menganak lembut. Mengalirkan air bening penuh harap. Pohonkan kebaikan dan kebaikan, di awal, proses dan akhir hayahnya. Sehingga kebaikan bertemu kebaikan lainnya, bermuara pada kebaikan-kebaikan makhluk-Nya dan berpulang pada sebaik-baiknya pertemuan. Menemui Wajah Agung yang dirindukan.

Ruang itu hanya ingin terisi oleh 'rasa' yang telah tawar dengan penerimaan. Ruang yang hanya menampung ekspresi rasa dan terjaga kesyukuran. Ruang itu hanya berisi pengharapan demi pengharapan kepada Sang Penjaga keteraturan semesta. Sebaik-baik yang Maha Tahu dan Tepat ukurannya. Ruang itu, hanya ingin menuntut haknya.

Labaik Allahumma labaik. Aku ingin menyusuri jalan-jalan panjang penuh kerikil. Menendang-nendang batu ke hadapan. Menggiringnya, bersamaan dendangan kalam-Mu. Berdzikir, berpikir dan menyelami balutan alam yang menyejukan. Tak ku temui bising dan riuhan yang kadang membosankan. Menarik ulur rasa dengan kuota iri yang sering naik turun. Aku, akan terus belajar bagaimana mencinta qadar-Mu.

Meski waktu akan terus bergulir, mengulang masa-masa yang sama. Aku akan tetap percaya, sabar dan syukur adalah sebaik-baik senjata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar