Minggu, 05 Februari 2023

Berkenalan dengan Surah Al-An'am

Bismillah, sebagai bagian dari tadabbur, insya Allah, kita mulai menulis yang agak 'tidak biasa' di blog curhatan ini. Surah al-An'am bisa dibilang masuk dalam deretan juz yang ingatannya lumayan kabur buatku. Rasanya persis hafalan baru. Alhamdulillah, bergabung dalam grup teman murojaah membantu mengumpulkan ingatan satu per satu ingatan itu. Pelan pelan.

Seri Tadabbur kali ini kita mulai dari pertengahan Juz 7, yakni Surah al-An'am. Surah ini dikategorikan sebagai surah makkiyah, diturunkan sekali waktu (jumlah wahidah) pada malam hari di kota Mekah. Ketika diturunkan, surah ini bahkan diiringi oleh 70 ribu malaikat mulia yang senantiasa bertasbih dan bertahmid. Seperti disampaikan Ibn 'Abbas ra. 

.قال ابن عباس: نزلت سورة الأنعام بمكة ليلا جملة واحدة، حولها سبعون ألف ملك يجأرون بالتسبي 

“Telah turun kepadaku surah al-An’aam satu surah sekaligus. Dia diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat. Mereka mengucapkan tasbih dan tahmid.”[1]

Secara etimologi, al-An’aam (الأنعام) sendiri merupakan jamak dari kata na'am (نَعَم), yaitu binatang ternak (yang dibudidayakan manusia). Lebih spesifik lagi, yakni binatang berkaki empat yang boleh dimakan dan dapat dijadikan sebagai hewan kurban. Maka, yang termasuk kelompok an’aam adalah kambing, domba, sapi, kerbau dan unta. Ayam maupun kuda tidak termasuk dalam kelompok ini.[2]

Dinamakan demikian, karena disebutkan kata al-an’aam dalam surah ini. Tepatnya di ayat ke 138 dan 139.

وَجَعَلُوا لِلّهِ مِمّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعامِ نَصِيباً. وَقالُوا: هذِهِ أَنْعامٌ وَحَرْثٌ حِجْرٌ لا يَطْعَمُها إِلاّ مَنْ نَشاءُ بِزَعْمِهِمْ.. [الآيتان: 139، 138]

Surah ini diletakkan di urutan ke enam setelah surah al-Maaidah dalam mushaf rasm Utsman. Surah al-An’aam termasuk dalam lima surah yang mengawali surahnya dengan kalimat alhamdulillah. Empat surah lainnya adalah al-Fatihah, al-Kahf, Saba’ dan Fathir. Menurut Sya’rawi, kekhasan ini karena surah-surah ini memusatkan perhatiannya pada dua hal, yaitu tarbiyah madiyah dan tarbiyah ruhiyah.

وتتركز حوا شيئين: تربية مادية بإقمة البنيان بالقوت او بقاء النوع بالتزاوج او بتربيتهم تربية روحية قيمية فيمدهم بمنهج السماء.[3]

Surah ini mengandung pokok-pokok ajarah tauhid (aqidah). Menurut Zuhaili, surah ini mengandung dalil-dalil tauhid, keadilan, kenabian, hari akhir dan bantahan terhadap kebatilan dan kesesatan. Namun, ada kemungkinan sebagian ayatnya yang turun di Madinah lalu Rasulullah memerintahkan sahabat untuk meletakkannya di surah al-An’aam.

Dalam uraian yang cukup panjang, Quthb menjelaskan relevansi surah al-An’aam terhadap dakwah tauhid. Sebuah keharusan bagi seorang juru dakwah untuk meninggikan komitmen ini, memulai dakwahnya dengan kalimat Laa ilaha illa Allah. Proses membebaskan manusia menuju penghambaan sejati. Dakwah Islam pertama kali, tidaklah bermula dari perjuangan menegakkan nasionalisme Arab yang saat itu dikuasai, tidak pula dari mempertentangkan keadilan sosial yang terpuruk, maupun revolusi mental dengan sistem nilai yang mengambang.

Risalah ini bahkan membutuhkan 13 tahun lamanya agar menghujam dalam sanubari orang-orang terpilih. Ketika nilai-nilai tauhid telah diterima dengan segenap jiwa, berapa banyak adat dan kebiasaan jahiliyah tidak lagi berlaku dan dibatalkan dengan beberapa potong ayat al-Qur’an atau beberapa kata dari lisan Rasulullah. Sementara, hukum positif yang selama ini kita kenal, membutuhkan segala perjuangan untuk menjadikannya sistem, perundangan dan hukum melalui senjata, kekuasaan, kampanye dan kekuatan media massa. Namun, keberhasilannya tidak melebihi dari ketertiban semu.[4] Paradoks sekali.

Surah-surah ini, lanjut Quthb, menerobos batas dimensi dan waktu, karena ia menjawab persoalan manusia yang tidak pernah berubah, yakni eksistensinya di kehidupan ini. Ia membawa manusia berputar-putar dalam alam semesta. Mengajak jiwa manusia berkeliling mengitari kemaharajaan langit dan bumi, menembus kegelapan dan cahaya, mengintai matahari, bulan, dan bintang. Kerumunan alam semesta memadati sudut-sudut ruh dan sendi-sendi perasaan, seakan-akan jiwa ini baru pertama kali mengetahuinya.

Demikianlah keistimewaan al-Qur’an. Meskipun persoalan yang dibicarakan bisa jadi sama dan berulang-ulang, al-Qur’an mengungkapkannya melalui gaya (uslub) yang berbeda. Sehingga, setiap ayat tampak seakan-akan baru pertama kali disampaikan.

(to be continue)

[1]  (7/126التفسير المنير - الزحيلي. Lihat juga: Tafsir Al-Munir (4/132), Jakarta: Gema Insani.

[2] Yuk, cek lebih lengkapnya kesini: Halaqah Tadabbur Qur'an 128 bersama Dr. Saiful Bahri. Bisa juga ke: https://al-maktaba.org/.

[3] التفسير الشعراوي (6/3492).

[4]  (3/1006-1007التفسير في ظلال القرآن – سيد قطب. Lihat juga: Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (3/361-364), Jakarta: Gema Insani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar