Rabu, 24 September 2014

Telur

Kini, malam menjadi waktu yang amat mengasyikan. Tergerak selalu ingin segera pulang. Mengabarkan yang sedikit lalu mendengar banyak hal. Akan ada banyak kisah untuk diceritakan, sepanjang siang hingga malam menjelang. Tidak lagi soal penting dan tidaknya kisah itu, melainkan aura kami yang menyatu tiap-tiap malamnya. Apapun yang akan keluar dari lisannya, amat aku tunggu-tunggu. Meski ia hanya sebulir dua bulir kata.

Aku tak lagi peduli soal makna dan tidak dari ceritanya. Meski, akan selalu menyimpan hikmah bagi hati yang melembut. Ah, aku merindukan malam-malam seperti ini. Seakan menjadi ritme dan rutinitas kami, malam adalah saat terbaik untuk berkisah banyak hal sebab ada orang yang selalu antusias mendengar. Kau tahu, kawan? Kebahagiaan bagi orang yang berkisah adalah kisahnya begitu sungguh-sungguh didengar! Terlepas, ia akan merespon atau tidak. Antusiasme pendengar adalah kebahagian miliknya. Apatah lagi yang dapat ku beri selain berharap kebahagiaan untuknya? Wanita terhebat yang pernah ada sepanjang hayatku?

Seperti malam ini, beliau menceritakan kembali obrolannya dengan sang adik laki-laki. Lucu juga, tapi menyiratkan kebenaran kalam-Nya.

Sore tadi aku ngobrol sama Ipin, "Ayamku sudah besar nih, Pin. Pertanda mau bertelur sepertinya."
 "Mustahil, ma. Ayam betina mana bisa bertelur tanpa ayam jantan?"
"Kalau beneran bertelur, bagaimana? Siti Mariam aja bisa melahirkan tanpa suami?"
"Tapi kan, ini beda kasus? Secara teori, ngga mungkin bakal bertelur."
" Iya kita lihat nanti aja, kayaknya ayamku bakal bertelur."
Ibu dan adikku sama-sama kekeuh pendapatnya benar. Adik dengan statementnya, bahwa mustahil ayam betina yang sendiri (sebab ayam jantan dibawa ke kampung Ramadhan lalu) bisa bertelur. Namun, naluri ibu yang dekat karena itensif merawatnya, merasa hal itu akan terjadi. Dan rupanya, benar. Ayam yang sendiri itu bertelur sesuai dengan prasangka ibu.

Mendengar ceritanya, aku membenarkan keduanya. Benar adanya pendapat adik, menurut akal manusia ia tak mungkin terjadi. Namun, seringkali takdir Allah hadir di luar jangkauan akal manusia. Ia mengangguk melanjutkan pekerjaan. Sedang aku, menidurkan diri karena kepayahan soal remeh temeh.
Dalam hati ku tambahkan, dan Allah mengabulkan doamu, bu. Apapun yang keluar dari lisanmu serupa doa yang niscaya diijabah oleh-Nya. Urusan yang dianggap remeh saja, Ia mengabulkan. Apalagi urusan besar? Semoga, lisanmu penuh dengan doa-doa yang membawa kebaikan pada kami, anak-anakmu. :)


Pojok ruang kecil,
Merajut sebagian demi sebagian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar