Kamis, 07 Juni 2012

KPR Jannati

Sebenarnya, kita sudah terikat akad musyarakah dengan Allah. Kau ingat? Saya pun tidak, tapi saya yakin akad itu sudah bermaterai 'satu juta' sebagai keabsahan hukumnya. Bukan, bukan satu juta materai. Tapi, materai bernilai 'tak terhingga'. Akad itu disahkan dengan kesaksian diri: bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Dan kini, dalam setiap degup berdetak dan nafas berderak, sesungguhnya kita tengah membayar cicilan angsuran pokok sebuah bangunan di surga Allah. KPR Jannati, begitu saya menyebutnya. Sebab bangunan ini adalah bakal calon rumah abadi kita nanti.


Sadar atau tidak, kita seringkali lupa untuk membayar angsuran. Tak jarang melampaui batas waktu jatuh tempo. Tak jarang, menunggak beberapa waktu saking asyiknya melalaikan diri untuk hal-hal tak berguna. Angsuran itu bernama ibadah, bukan kebaikan. Sebab kebaikan sejatinya adalah manifestasi ibadah kita kepada Allah, Rabb semesta alam.

Kita terikat musyarakah mutanaqisah, karena angsuran pokok akan membagi nisbah bagi hasil, yaitu porsi kepemilikan bangunan yang seiring waktu kepemilikan akan berpindah penuh pada kita. Akad ini semestinya kerja sama dua mitra dengan porsi modal masing-masing. Kita dengan modal jasad dan Allah dengan ruh yang ada dalam genggamannya. Tapi nyatanya, kita tidak memiliki modal apa-apa. Sebab semua modal tersebut adalah milik Allah yang di-ijarah-kan kepada kita. Gratis. Belum lagi, fasilitas-fasilitas yang terhampar di bumi, langit dan di antara keduanya. Lalu, dimanakah posisi kita?

Angsuran pokok pun tak berbanding dengan besarnya nisbah yang akan diterima. Terlampau besar. Ibadah-ibadah yang selama ini kita lakukan pun akan kembali kepada kita. Tak secuil pun memberi manfaat kepada Allah. Anehnya, kita seringkali mencampuradukkan kepentingan 'hawa' dalam niat keikhlasan beribadah kepada-Nya. Sungguh tidak adil. Kalau bukan karena rahmat-Nya, tidak akan mungkin akad ini dapat terjalin.

Apakah bangunan itu sudah selesai dibangun? Jawabnya: mungkin iya, mungkin juga tidak. Sebab setahu saya, walau semua ruh manusia sudah menandatangi kontrak, tidak semua ruh yang menjadi manusia melakukan angsuran seperti dalam perjanjian. Untuk itulah, disediakan neraka sebagai punishment bagi mereka yang melanggar kontrak. Bahkan pongah, membantah tak pernah berkontrak dengan Allah semasa di dunia. Dan mengejek kita, yang berusaha mengangsur dengan terus berada di atas jalan dakwah. Selain itu, masih dalam ke-setahu-an saya, bahwa bangunan itu akan dinampakan bentuk jadinya ketika masa ijarah jasad ini telah habis. Mendapat tiket menunggu sebelum dibangkitkan menuju perhitungan angsuran.

Bukan dari lamanya masa tua di dunia, besar angsuran ditentukan dengan kekokohan iman yang berdiri dan menghujam dalam dada. Itulah mengapa, keimanan tak pernah dapat diwariskan. Karena itu pula, Nabi Musa tak dapat berkumpul dengan anaknya nanti, begitu pun Nabi Luth dengan istrinya, serta Rasulullah Saw bersama ibunda dan pamannya.

Sudah seberapa banyak angsuran pokokmu? Mari sama-sama kita menghitung, menghisab diri dari semenjak memeluk dunia hingga kini. Jangan sampai Izrail datang mendahului dan menampakan rumah punishment yang akan menjadi tempat abadi nanti. Semangat berbuat kebaikan dan kemurnian niat beribadah. Semangat! Jangan sampai terlewat! Allahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar