Minggu, 24 Juni 2012

Obrolan Kami

Ada yang menarik kemarin. Obrolaan kami, aku dan seorang saudara seatap rumah kebanggaan kami, Rumah yang disejuki tilawah Al-Quran di dalamnya. Tempat berkumpulnya orang-orang yang bermisi Al-Quran. Malam sudah menjemput siang, mengganti terang menjadi gelap. Di salah satu malam libur tanpa setoran muraja'ah dan hafalan, seorang saudara datang dengan beberapa pertanyaan. Pertanyaan yang menguji pemahaman, menguji keteladanan, menguji kearifan dan menguji laku. Sudahkah kata-kata yang keluar dari lisan mencerminkan laku? Jangan sampai kita menjadi bagian dari golongan yang Allah benci karenanya, na'udzubillah. Sampailah obrolan itu pada suatu tanya yang memaksa kantuk bertahan berharap adanya pengajaran.

"..hingga aku mengerti, sumur yang kering itu adalah pertanda hujan akan segera datang. Sumur yang kering itu perlambang titik kritis kita, titik maksimum perjuangan kita. Dan adalah benar, rahmat akan segera datang ketika kita telah mencapai titik kritis itu. Jika sumur masih terasa agak basah dan lembab, maka pertanda usaha kita belum maksimal. Jika kesulitan itu datang, tenang..akan ada dua kemudahan datang."

"..hm, bagaimana dengan orang yang tidak pernah mengalami kesulitan? Dia benar-benar tidak tampak punya masalah."

"Ah, tidak mungkin. Setiap orang pasti memiliki masalah, masa-masa sulit. Hanya saja kita tidak tahu. Karena kesulitan menjadi ujian bagi kita menuju level yang lebih tinggi."


"..ujian itu tidak saja berbentuk kesulitan, bukan? Bisa saja 'kan, kemudahan yang dialami adalah ujian bagi dirinya? Agar ia bisa lebih berbuat banyak?"


"Mungkin.."


"..dalam sebuah kajian, ustadz menutup kajiannya dengan mengatakan: musibah dan kesulitan adalah rahmat, maka beruntunglah orang-orang yang mendapat musibah. Nah, ada seorang dari kami bertanya: bagaimana dengan orang yang tidak pernah merasakan kesulitan dalam hidupnya? Beliau hanya menjawab, beruntunglah karena itu adalah rahmat Allah.."


"..hm, jawabannya bisa benar, bisa juga tidak."



"Kami belum puas, karena belum menjawab pertanyaan."

"..hm, gini. Ada sebuah cerita yang pernah aku baca. Kisah ini tentang dua orang raja, raja yang adil dan raja yang zhalim. Suatu ketika, Allah menimpakan sebuah penyakit langka yang tidak dapat disembuhkan oleh tabib mana pun pada kedua raja tersebut. Satu-satunya jalan untuk mengobati penyakit tersebut adalah dengan memakan ikan yang hanya ada di satu tempat yang cukup sulit dijangkau.

Raja yang adil pun mengutus pengawalnya mungkin pula sebagian tentaranya untuk menangkap ikan ini sebagai obat. Cukup satu ekor, pinta beliau. Akan tetapi, ikan itu justru tidak pernah menampakan diri. Orang-orang putus asa dan kembali ke kerajaan tanpa hasil. Akhirnya, raja pun wafat karena penyakit langka yang dideritanya. Bagaimana dengan raja yang zhalim? Hal yang sama pun dilakukannya. Di tempat yang sama namun waktu yang berbeda, ikan yang dicari menampakan diri dengan leluasa. Banyak sekali. Mungkin bisa dibilang panen ikan langka saat itu. Akhirnya, raja zhalim pun sembuh dari penyakit langkanya.


Lantas, malaikat pun bertanya kepada Allah atas hal yang tidak dimengertinya.

"Bagaimana bisa, Allah membiarkan hamba yang shaleh, raja yang adil dan mempermudah hambanya yang lain, raja yang amat zhalim?"

Allah bersabda, "Aku Maha Mengetahui segala apa yang tidak engkau ketahui." Allah pun menjelaskan sedikit ilmu-Nya dari Maha Luasnya perbendaharaan ilmu dalam genggaman Kekuasaan-Nya.


"Aku biarkan hambaku yang shaleh dan adil in karena Aku mencintainya. Namun dia pernah melakukan kesalahan, maksiat dan kini Aku membalas kesalahan itu di dunia, karena Aku tak ingin membalasnya di akhirat. Biarlah dia tetap menaiki surganya dan bertemu wajah-Ku. Sedang Aku membiarkan hamba-Ku yang zhalim dan memberikan kemudahan kepadanya sebagai balasan atas kebaikan yang pernah ia lakukan di dunia. Aku membalasnya di dunia, agar Aku tak memiliki hutang balasan kebaikan padanya di akhirat nanti. Biar neraka menjadi sebenar-benar tempat kembalinya."


Malaikat takjub, mengulang tasbih dan sujud kepada Rabb semesta alam."


Kami diam sejenak. Mencerna hikmah cerita barusan dan kaitannya dengan pertanyaan sebelumnya, adakah yang dapat diambil sebagai pelajaran? Kami pun melanjutkan obrolan.


"Ya, kita harus selalu bersyukur atas kenikmatan dan kemudahan yang kita alami. Barangkali benar bahwa mudah itu adalah rahmat Allah bagi kita. Dan dengan syukur bukankah Allah akan melipatgandakan nikmatnya pada kita? Dan syukur, agar mudah bukan menjadi balasan Allah yang didahulukan di dunia bukan balasan keabadian nanti. Begitu pula dengan sabar, agar kesulitan yang kita alami dapat menjadi penggugur dosa-dosa yang telah diperbuat. Kesulitan pun menjadi ujian kita untuk naik tingkat ketaqwaan. Kombinasi syukur di saat mudah dan sabar di saat sulit sama-sama menjadi ujian bagi hamba-Nya untuk terus menaiki level ketaqwaan lebih tinggi."


Malam sudah larut. Kami tuntaskan obrolan hikmah ini dengan kelapangan dada, berharap ada keberkahan pemahaman yang dicerna malam ini. Kantuk sudah tidak tertahankan, kami tutup malam itu dengan istighfar kepada Rabb semesta alam. Teringatku pada kalam-Nya,


"Rabbighfirlii waliwaalidayya waliman dakhola baitiya mu'minann wa lilmu'miniina wal mu'minaati, walaa tazidizh zholimiina illa tabaaroo. Berkahilah rumah kami, rumah yang berkumandang Al-Quran di seluruh penjurunya. Aamiinn.."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar