Minggu, 24 Juni 2012

Tamuku, Sepotong Jilbab

Suatu hari, sepotong jilbab menemuiku. Bertandang ke rumah dengan raut syahdu. Ah, dia memang seorang pemalu. Ku persilakan ia duduk di depan beranda rumah surgaku ini. Karena kami telah kenal dekat dan sangat dekat, mudah baginya untuk bercerita denganku. Tanpa diminta, ia memulai pembicaraan. Ia mengadu, bicara banyak tentang tuannya. Menarik, gumamku. Sepertinya, akan ada ilmu baru yang akan ku tangkap di sini. Ku fokuskan secara penuh untuk mendengarnya.


Jilbab itu memulai kisahnya, dimana pertama kalinya ia menjadi teman setia seorang gadis berawak kecil. Begitu senangnya ia berkisah, menunjukan betapa bangganya ia menutup kepala gadis itu. Sang gadis riang, cerdas, bersahaja, polos dan juga jujur. Kemudian ia berhenti sebentar, mengingat sesuatu.


"Tahukah engkau, ternyata keinginan gadis itu berjilbab sudah begitu lama. Sejak ia mengenakan seragam putih-biru. Namun, keadaan belum mengizinkannya. Sewaktu ia duduk di kelas dua SMP, seorang kakak kelasnya yang baru berjilbab telah menambah kuota irinya pada level lebih tinggi. Betapa anggunnya, betapa syahdunya orang yang berjilbab itu. Aku ingin seperti dia, begitulah kata hatinya. Dan suatu hari, pada tahun berikutnya, tiba-tiba hatinya diam membisu karena cemburu.."

Aku mendelik, "Kenapa?"

"Bersama sepeda dan kawannya, bersama riangnya anak dan kebersahajaan, di perjalanan pulang sekolah ia menjumpai seorang wanita berjilbab panjang yang juga bersepeda. Gadis kecil ini suka sekali mengebut kala naik sepeda, mendahului teman-temannya yang berjalan kaki, mendahului teman-temannya yang juga bersepeda bahkan berusaha mendahului angkutan umum! Tapi..saat itu justru ia pelankan kecepatannya roda duanya. Pelan dan sangat pelan. Untuk mengelabui kawannya, ia berujrar: "kita pelan yuk hari ini, 'kan kita lagi puasa.."

Sengaja ia tak mendahului wanita berjilbab itu. Bersama kayuhan sepeda yang pelan, ia memperhatikan wanita itu demikian lama. Tanya muncul di kepalanya yang penuh dengan tanya, siapakah wanita itu? Di manakah rumahnya? Ah, mengapa wanita itu begitu anggun dan mempesona? Dan sederet tanya lainnya. Nurani tiba-tiba mengetuk hatinya: betapa inginnya ia berjilbab. Aku ingin seperti dia."

bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar