Rabu, 06 Juni 2012

Hm..


Ia mengaduh, peluh memenuhi setiap tempat di wajahnya, tak bersisa sedikit pun. Nampaknya tak dapat dibedakan apakah ia baru saja mandi dengan air atau keringatnya sendiri. Ia sendiri heran, padahal surya tak menyengat apalagi membakar. Ia pun tidak dalam perjalanan jauh dengan beban bawaan yang berat. Di pundaknya hanya ada sebuah tas selempang berwarna cokelat berbahan seperti bahan jeans yang ia sanggah sekitar 30 menit yang lalu.

Sejenak, ia diam. Tangannya bergetar, tubuhnya serasa menggigil kedinginan. Hampir saja giginya bergerumetuk mengundang perhatian banyak orang, penumpang bus ungu yang memiliki panggilan khusus "Debi". Matanya tak berhenti bergerak ke segala arah. Lalu tertunduk demikian lamanya. Tangkas, ia keluarkan poket kecil dari tasnya. Warnanya merah bata beresleting hitam dan lantas ia buka. Sebelum melihat poket itu, ia mengulang ta'awudz dan istighfar. Mulanya masih terbata-bata hingga ia rasa nyaman,

"Bismillahirrahmaanirrahiim.. Alif Lam Raa, tilka aayatul kitaabul mubiin. Innaa anzalnaahu qur-aanan 'araabiyyal la'allakum tattaquun. Nahnu naqushshu 'alaika ahsanul qashashi bimaa auhainaa ilaika hadzal qur-aan, wa in kuntu min qoblihii laminal ghaafiliin.."

Ia terdiam, memandangi huruf demi huruf yang ada di hadapannya.

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayan. Alif Lam Raa, ini adalah ayat-ayat kitab (Al-Quran) yang jelas. Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Al-Quran berbahasa Arab agar kamu mengerti. Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu, dab sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang belum mengetahui."

Dalam hitungan kurang dari 10 detik, air mata telah meleleh. Mengganti wajah piasnya dengan aura ketenangan dan kedamaian. Tangan dan tubuhnya sudah mulai menghangat. Keringat mulai menghilang bersamaan belaian angin yang mampir melalui jendela bus yang terbuka. Ia sudah berani menengadah, meluruskan pandang menatap satu per satu ringkikan kuda besi yang berdahak ketika terbatuk, atau pejalan kaki dan orang-orang yang melambaikan tangan ke arahnya. Bersama-sama menaiki debi ke tujuan yang sama. Bus berhenti, 5 orang mahasiswi berjilbab rapi naik, bus melanjutkan perjalanan.

Kali ini, ia sedikit tercenung memikirkan hal yang baru saja terjadi. Lantas, terbentang buku nan cantik di pikirannya dan sebuah pena siap untuk menggoreskan kisah bak goresan surat yang sangat berharga.

"Rabb, maafkan, maafkan. Aku malu dengan surat-Mu yang kini ada di genggamanku. 
Aku lupa bahwa Engkau telah jaminkan kepadaku tiga hal semenjak aku mencium segar dan sesaknya dunia, segarnya ia karena aku dapat merenggut kenikmatan iman di sana namun sesak pula oleh kemaksiatan  dan penyimpangan yang bertumpah-ruah tanpa bisa dikendali.
Rabb, aku lupa bahwa Engkau telah tentukan 3 hal padaku: batas hidup, sekian rezeki dan separuh pasang sayap keimanan.
Rabb, maafkan, maafkan. Hampir saja aku terlena, aku takut Rabb. Aku takut jika hati ini tak lagi suci hanya karena seorang manusia.
Rabb, kembali ku bulatkan kesungguhanku. Kesungguhan menjadi penghafal Quran, kesungguhan menjadi manusia penuh kebermanfaatan dan kesungguhanku menjadi mujahid di jalan-Mu"

Buku cantik itu ia rapikan kembali dalam arsip kepatuhan kepada Rabbi di baris katalog pikirnya. Kini, ia tersenyum dan terpancar bahagia yang amat mendalam dari pelupuk mata indah itu. Poket kembali dibuka, terdengar tilawah surah Yusuf bersamaan desing debi melaju di jalanan padat Jakarta-Depok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar