Minggu, 18 Mei 2014

Bolehkah Aku Mengeluh?

Pagi ini, wanita itu tertunduk di dekat ku. Ia diam membisu sekian lama. Aku tak biasa dengan situasi ini, mencoba bergerak sebagaimana biasa. Membuka lipatan meja kayu, menyiapkan laptop dan memasangkan kabel-kabelnya. Hari ini adalah deadline tugas kantor yang dibawa pulang, lembur di hari libur. Ingin ku belai helai rambutnya, memegang tangan dan menyiumnya berkali-kali. Lalu dengan lembut aku bertanya padanya.

Rupanya, aku masih kaku. Hingga ia memulai ceritanya sendiri. Duhai, wanita mulia, aku tahu kau ingin berbagi rasa itu. Pasti pundakmu terasa berat, bukan? Mari berbagilah kepadaku, meski aku pun tak tahu kemana muara solusi itu. Aku hanya tahu, aku akan meyakinkanmu bahwa kau tak sendiri, kita bersama.

Lalu mengalun cerita-cerita itu, rupanya, aku sedikit banyak bercermin padamu. Ada hal-hal yang tak dapat kau bagi dengan yang lain. Namun, ketika kau ingin berbagi tentangnya, cukup petunjuk hati itu yang menjelaskan dan aku seakan paham semuanya. Aku malu, karena belum bisa berbuat banyak untukmu, juga untuknya. Tapi aku heran, kenapa kau tak sekalipun menyalahkanku? Padahal, aku pun seharusnya terlibat di sini.

Maafkan aku, tak sedikit pun rasa empati itu hadir sesegera itu. Pikiranku masih sibuk dengan tangan yang bergerak menjarah rentetan tombol-tombol hitam. Sembari mencari-cari, kemanakah ku sambung semua paragraf ini?

Maafkan aku, tak sedikit pun wajahku menyemburatkan ekspresi yang sama denganmu. Ia masih saja datar yang kadang diselingi senyum dan tawa. Aku hanya ingin, semoga bahagia akan selalu hadir di sana.

Maafkan aku, jika hanya lewat perantara doaku pada-Nya. Aku pun setuju denganmu, mari kita buat bahagia dan semangat untuknya.

Kau tahu? Sore ini, aku begitu bersedih mengingat semua ekspresi dan kata-kata itu. Semoga, bukan hal buruk yang akan terjadi. Melainkan kebaikan dan kebaikan meskipun sesuatu yang buruk itu pun tetap terjadi.

Kau tahu? Aku pohonkan pada-Nya, agar Dia mengizinkan aku mempersembahkan kado dalam proses itu padanya sebelum..ya, sebelum hal itu. Kau tahu? Aku begitu mencintaimu..dengan sepenuh hatiku.

Terima kasih banyak atas rentetan peristiwa itu, peristiwa demi peristiwa yang terus menghantarkanku pada-Nya. Sungguh, kini ku temukan cinta itu padamu.

Allahummaghfirlii waliwaalidayya warhamhuma kamaa rabbayaanii shagiraa..


Di kedalaman hati
Samudera yang sulit ditembus
Antara aku, kau, dia dan Dia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar