Namun, kisah hati
akan lain ceritanya ketika kaki berpijak di luar komunitas shalih.
Heterogenitas benar-benar menguji konsepsi diri. Integritas keimanan terancam
di di ambang batas bila tak sigap. Pemakluman demi pemakluman, lama kelamaan
menjadi pembenaran dari setiap penyimpanan. Sedikit demi sedikit akhirnya
membukit. Kecil jadi besar, sembunyi menjadi terang-terangan dan sendiri
menjadi berkelompok. Ketika di ujung ke kritisan iman, diri ini merasa tak
berdaya. Benar-benar tak berdaya. Futur, ya, futur. Puncak kekritisan hati,
tempat bernaungnya iman.
Lalu, rasa rindu pun
muncul. Mendera jiwa yang haus akan selaksa kerinduan. Rindu saat-saat
ketenangan hati nan nikmatnya iman. Rindu kala jiwa merindukan Tuhannya,
semangat dakwah dan merindukan kematian. Kemuliaan dalam akhir hayatnya. Rindu
itu, benar-benar menggelora.
Raga pun akhirnya
tersungkur, pasrah dalam sujudnya. Air mata tak mampu dibendung. Benar-benar
titik krisis dalam hidup. Memohon dan memohon. Lalu, apakah dengan mudah kita
kembali?
Tidak, kawan. Justru
di saat inilah ujian sebenarnya. Pembuktian dan pembenaran. Jalan mana yang
akan engkau pilih, "Fujuraha wa Taqwaha". Ketika hati mulai
mengkisahkan pilihannya. Itulah dirimu selanjutnya. Kebenaran atau kesesatan.
Lalu, manakah yang akan kau pilih?
Jawabnya: Di manakah
letak keimananmu?
Di antara bait-bait kesadaran,
Berlabuhlah ia pada ketaatan
Di antara bait-bait keimanan,
Terbentanglah kesadaran: "tiada habisnya ia diperbincangkan!"
Ciputat, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar