Senin, 05 Agustus 2013

Anak Peseda

Kring..kring.. Kring..kring..

wush...kayuhan cukup cepat menyerusuak di antara belokan gang. Ia melaju demikian cepat, mendahului pejalan-pejalan bersenandung. Ia terus melaju diantara kuda dan kereta beroda. Ia maju dan terus melaju, mendahului mereka yang sejenak menunggu tumpangan, pelanggan sang kereta. Ia maju dan terus melaju, berlomba mendahului waktu. Ia maju dan terus melaju, hingga pagar didahului. Ia menang!

Kring..kring.. Kring..kring..

Ah, rindu masa itu. Kemana pergi, sepeda akan terus menemani. Apapun kendaraan yang memenuhi garasi, sepeda menjadi pilihan utama dan terakhir kalinya. Berapapun jarak ditempuh, sepeda adalah kendaraanku. Sekolah, pasar, rumah teman. Ah, senangnya.


Begitu lekat kata sepeda dengan diriku. Sampai-sampai, sepeda tua warisan ibu seperti mutlak menjadi milikku. Banyak rekam kisah lucu dengannya, si sepeda tua yang kuat ku ajak berlomba. Berkompetisi dengan waktu, mengejar detik-detik bel berbunyi. Berkompetisi dengan sepeda-sepeda baru milik kawanku. Berkompetisi dengan angkutan umum yang meliuk-liuk di tikungan. Angkutan umum yang mengantarkan kawan-kawan putih biru selepas belajar bersama. Kala itu, kami pulang lebih lama untuk mendalami mata ajar ujian nasional. Mereka memintaku menjadi tutornya. Siang beranjak sore kami pulang dengan kendaraan yang berbeda, mereka dengan jemputannya dan aku dengan sepedanya. Tahukah kau, akulah pemenangnya! Duhai. Senangnya mengingat lambaian tangan itu. ^_^

Tahukah kau, sahabat. Karena sepeda inilah, aku pun mengenal hidayah. Aku berkenalan dengan sepotong jilbab yang kian merasuk dan meracuni hati. Racun terampuh yang menawarkan opsi tanpa opsi: "Aku harus berjilbab sekarang juga!"

Aih, si anak peseda ini mengayuh demikian pelannya. Tak seperti biasa, ia justru mempengaruhi teman-temannya. Dengan sok bijaknya ia berkata, "hari ini kita puasa Ramdhan, yuk kita hemat dan jaga puasa untuk bersepeda pelan." Anehnya, kawannya mengangguk setuju. Duhai, kawan andai kau tahu. Ia hanya berasumsi, karena pelannya kayuh hanya untuk dapat menguntit seorang muslimah di depannya. Muslimah itu berjilbab amat pajang, berkaos kaki pulak. Nampak anggun, meski hanya kibaran jilbab tersapu angin dan kayuhan kaki yang terlihat. Ah, dia muslimah berjilbab dan dia bersepeda!

Kring..kring.. Kring..kring..

Si anak sudah dewasa, dan ia tetap bersepeda. Tapi sayang, intensitasnya telah jauh berkurang. Semakin jauh jarak ditempuh, ia berganti kendaraan yang tak pernah disukainya. Angkutan umum berbeda wahana, kecil dan besar. Angkutan umum berbeda nama, kopaja, koantas juga bus-bus AKP. Mimpinya masih sama, dapatkah kubawa sepeda ini melintasi benua?

Dan sia anak peseda mulai menyukai kereta. Nampaknya, dengan moda ini, ia dapat terus mengayuh dan mengayuh berpindah tempat yang jauh. Mungkin dengan kereta yang mengangkut pula sepedanya, ia dapat berkeliling bumi. Tapi, apakah ada kereta yang menyebrangi samudera? Si anak peseda kembali bermimpi.

Kring..kring.. Kring..kring..
Kring..kring.. Kring..kring..
Kring..kring.. Kring..kring..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar