Senin, 05 Agustus 2013

Hai, Sumayyah

Sumayyah, kau dengar berita yang baru saja terjadi di negeri kami? Sebuah Vihara tak jauh dari rumahku, katanya ada yang meneror. Ada ledakan agak keras di sana. Kata mereka, orang-orang yang menggunakan jubah yang sama di negerimu. Yah, mereka bilang, teror dengan mercon adalah keisengan kami yang membela dan mengungkit-ungkit namamu demi kebebasan. Ah, sungguh.

Sumayyah, bagaimana kabarmu kini? Di samudera mana kau berada bersama perahumu? Apakah ombak disana begitu mengamuk dan memuntahkan semua isi perutmu? Di gubuk mana kau menghabiskan Ramadhan berteman air menggenang? Dimana kau tidur jika lantai dasarnya penuh dengan air? Bagaimana puasamu dan keluargamu di sana?



Sumayyah, orang yang mengusir dan mengoyak daging dan harga dirimu memiliki teman di sini. Mereka tidak menyatakan dukungan secara pasti. Tapi, mereka berusaha mengalihkan isu. Adakah sama, ledakan tak merusak apapun dengan ledakan yang menghantam bangunan dan tubuhmu? Adakah sama luka gores terkena sesuatu dengan luka-luka koyak nan menganga di tubuh-tubuh bangsamu, Sumayyah. Adakah kami memaklumi keadaanmu dengan genosida yang mereka lakukan hanya karena pertunjukan ini? Ah, Sumayyah. Aku kira, kau akan tersenyum getir di sana.

Kadang, kebohongan tidak hanya mengatakan yang tidak benar. Tapi kebohongan mungkin pula pada upaya penyembunyian "fakta". Duhai indah sifat muslim itu ya, Sumayyah. Rasulillah mengajarkan kita untuk terus "tabligh", menyampaikan kebenaran sepahit apapun rasanya. Dan Allah bertitah, konfirmasilah berita yang datang dari kalangan munafik maupun musuh. Di akhir zaman penuh propaganda ini, hitam dan putih kabur menjadi abu-abu. Benar dan salah menjadi kemungkinan. Duhai. Dapatkan dua mata kita dapat jeli membedakannya? Semoga, Sumayyah. Semoga.

Rabbighfirlana waliwalidaina waliman dakhola baitiya mu'minan walil mu'minima wal mu'minat, walaa tazidizh-zholimina illa tabaaroo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar